TRIBUNNEWS.COM – Beberapa negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah memperingatkan warganya untuk segera meninggalkan Lebanon.
Israel menyatakan akan segera menyerang Lebanon setelah serangan roket di Dataran Tinggi Golan menewaskan 12 anak di kota Majdan Shams, Druze.
Negara Yahudi tersebut menuduh Hizbullah meluncurkan rudal dari Lebanon.
Tentara Zionis, atau IDF, mengklaim bahwa rudal tersebut adalah proyektil Falaq-1 buatan Iran dan ditembakkan oleh militan dari Lebanon. Namun Hizbullah membantahnya.
Pada Sabtu (28 Juli 2024), Amerika Serikat mengimbau warganya yang berada di Lebanon untuk segera kembali ke negaranya.
“Situasi keamanan bermasalah dan dapat berubah dengan cepat,” demikian pernyataan Kedutaan Besar AS di Beirut yang dikutip Russia Today.
Hal serupa juga terjadi pada sekutu terkuat Israel, Inggris. Kantor Luar Negeri Inggris mengeluarkan peringatan perjalanan ke Lebanon. Hal ini terkait dengan konflik yang muncul di wilayah tersebut.
Negara-negara NATO lainnya yang melakukan hal yang sama seperti AS dan Inggris termasuk Denmark, Jerman, Perancis, Norwegia, Belanda dan Belgia.
Sementara itu, negara-negara non-anggota NATO melarang perjalanan ke Lebanon termasuk Irlandia dan Australia.
Pasca ledakan roket di Dataran Tinggi Golan, Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz mengancam perang habis-habisan dengan Hizbullah. “Tim telah melewati semua garis merah di sini dan hasilnya akan sama,” kata Katz. Kekuatan Netanyahu dan Gallant
Kabinet keamanan Israel bertemu pada Minggu malam (28 Juli 2024) dan memberikan wewenang kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant mengenai waktu dan tingkat tindakan militer lebih lanjut.
“Setelah tiga jam, rapat kabinet berakhir dan Tuan Netanyahu serta menteri militer diberi hak untuk memilih sasaran militer yang dia ancam akan dibom di Lebanon,” lapor media Israel Yedioth Ahronoth pada Minggu malam.
Media melaporkan bahwa dua menteri yang menangani permukiman ekstremis, Ben Gvir dan Bezalel Smotrich, abstain dalam pemungutan suara sebagai protes karena mereka tidak diberi peran untuk menetapkan target.
“Perkiraan menunjukkan bahwa serangan akan terbatas, namun dampaknya akan kuat,” lanjutnya.
Pejabat keamanan Israel telah meyakinkan para pemimpin politik bahwa rencana tersebut dapat segera dilaksanakan, Radio Tentara Israel melaporkan.
“Israel tidak tertarik pada perang skala penuh dengan Hizbullah namun hanya ingin memberikan pukulan fatal terhadap Hizbullah,” lapor Radio Angkatan Darat Israel.
Sebelumnya, surat kabar ini mengatakan tentara Israel telah mengembangkan sejumlah kemungkinan skenario serangan terhadap Lebanon dan menyampaikannya kepada para pemimpin politik.
Sementara itu, dewan kota di wilayah Galilea Atas dan Galilea Barat menyarankan warga untuk tinggal di dekat tempat perlindungan menyusul jatuhnya rudal di Majdal Shams, Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.