Dilansir jurnalis Tribunnews.com Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kesaksian saksi Kementerian Sumber Daya Manusia (Kemnaker) dalam kasus korupsi pengadaan sistem pertahanan TKI membuat hakim geram.
Dalam persidangan Selasa (23 Juli 2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta, tiga pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Sumber Daya Manusia dihadirkan jaksa KPK.
Ketiga saksi tersebut adalah PPBJ (Manajer Pengadaan Komoditi/Jasa): Agus Ramdhani, Andis Yamanto Rantesalu, dan seorang pensiunan, Agus Widaryanto.
Mereka bersaksi melawan tiga terdakwa dalam kasus tersebut: Reyna Usman, mantan direktur jenderal pengembangan tempat kerja di Kementerian Sumber Daya Manusia dan Migrasi. I Nyoman Darmanta, ASN Kementerian Ketenagakerjaan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan sistem pertahanan TKI; Dan Karunia, Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM).
Dalam persidangan, saksi Agus Ramdhani menerangkan, dirinya tidak pernah melaporkan hasil proyek tersebut.
“Tidak, siapa yang membuat laporan? Secara umum pengadaan barang dan jasa. Siapa yang membuat laporan? Soal pekerjaan yang sudah selesai, siapa orangnya?” Minta Hakim Alfis Setyawan memberi kesaksian.
Saksi Agus Ramdhani menjawab, “Saya tidak tahu ada laporan atau tidak, Yang Mulia.”
Mendengar jawaban Agus, hakim langsung marah.
Sebab, proyek pencapaian sistem perlindungan TKI berada di tingkat kementerian nasional, bukan di tingkat desa.
“Bagaimana? Jadi kamu tidak pernah membuat laporan? Ini Kementerian! Bagaimana dengan kantor desa?!” Kata hakim.
Seorang mantan hakim yang bertugas di daerah itu kaget dengan ucapan staf kementerian yang berubah menjadi perangkat desa.
“Sebelum saya ke sini, saya di balai kabupaten semarang yang dihadiri banyak perangkat desa. Iya, biasa saja kalau ada perangkat desa, tapi Anda dari kementerian. Kata-kata Anda sama dengan perangkat desa. !” Hakim berbicara lagi.
Tentunya untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya harus ada laporan terlebih dahulu ke Kuasa Anggaran (KPA).
Namun dalam kasus ini, prosesnya tetap berjalan meski tidak ada laporan.
Hakim melanjutkan dengan membahas mengapa proyek tersebut dapat berhasil. Sayangnya, saksi mengaku tidak tahu menahu.
“Tapi kenapa ada kesepakatan antara PPK (komitmen formal) dan penyedia layanan? Bagaimana prosesnya bisa berlanjut seperti ini? Lalu ada barang impor. Beberapa dikirim ke daerah tersebut. Siapa yang melakukan itu. Sidang bisa berjalan, kalau bukan Anda, yang sepengetahuan Anda bertanya kepada hakim.
“Saya tidak tahu Yang Mulia,” jawab saksi Agus.
Sekadar informasi, dalam kasus ini, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Reyna Usman, mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merugikan keuangan negara sebesar Rp 17,6 miliar.
Reyna turut didakwa bersama pejabat pembentuk keterlibatan Kementerian Sumber Daya Manusia dan Migrasi (PPK) I Nyoman Darmanta dan Karunia selaku direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM).
Jaksa mendakwa Reyna dan Darmanta melakukan pembesaran Karunia.
“Menambah diri sendiri atau orang lain atau masyarakat yaitu menambah jumlah sebesar Rp17.682.445.455 yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp17.682.445.455 pada Kementerian Sumber Daya Manusia RI dan 20m”. Demikian menurut jaksa KPK saat itu. Bacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Sebab, tender proyek ini dilakukan secara tidak tepat, sehingga PT AIM dikondisikan sebagai pemenangnya.
Karunia kemudian memerintahkan tim lelang PT AlM untuk kembali mengikuti lelang dan menyampaikan ke Bunamas bahwa PT AIM memenuhi syarat sebagai pemenang, demikian bunyi tuntutan jaksa dalam dakwaannya.
Akibatnya, ada beberapa masalah dalam pekerjaan. Kantor Kementerian Sumber Daya Manusia (Kemenaker) RI di Jakarta (Dok. Kemenaker)
Jaksa mengatakan sistem pemantauan dan pengelolaan data perlindungan TKI yang dikembangkan PT AIM tidak dapat digunakan baik untuk transfer data maupun integrasi sistem antara Kementerian Sumber Daya Manusia dan perlindungan TKI terhadap sistem transmisi dan informasi yang ada.
“Setelah diserahkan hasilnya, ternyata sistem pengelolaan dan pengelolaan data perlindungan TKI yang dikembangkan oleh PT AIM belum tersedia baik untuk transfer data maupun integrasi sistem antara Kementerian Ketenagakerjaan Rl dan sistem perlindungan TKI dari Jaksa menjelaskan bahwa migrasi dengan sistem informasi yang ada adalah milik pemangku kepentingan, sehingga “tidak dapat digunakan oleh negara untuk keperluan pengadaan”.
Akibat perbuatannya, terdakwa dalam perkara ini dijerat dengan Pasal 2, Pasal 1, dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31, Pasal 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1. KUHP. . .