TRIBUNNEWS.COM – Karya film Vina: 7 hari lalu dilaporkan Ikatan Pengacara Islam Indonesia (ALMI) pada Selasa (28/5/2024) ke markas Barskram Polari.
Keluhan tersebut dilontarkan karena film yang diproduksi rumah produksi D Company dan disutradarai oleh Angie Umbra itu dinilai menimbulkan keresahan masyarakat.
Selaku sutradara film tersebut, Angie Umbra, awalnya menjelaskan film Veena: 7 hari lalu lolos sensor.
Menurutnya, film ini tidak melanggar aturan perfilman.
Bahkan, pihaknya mengklaim film ini membawa hikmah bagi keluarga korban.
“Apa (pelaporan ini)?” “Filmnya lolos sensor, tidak ada masalah, tidak ada pelanggaran, dan diyakini membawa hikmah bagi keluarga,” kata Angie.
“Cuma bercanda, tidak pantas (kalau ada yang melaporkan),” kata Anggy, kepada Kompas.com, Rabu (29/5/2024).
Angie merasa tidak pantas melaporkannya ke polisi karena filmnya.
Meski sempat heboh, kata Angie, menurutnya bukan filmnya melainkan kasusnya.
“Film itu hanya potret saja, filmnya juga diambil dari apa yang terjadi. Itu juga diambil dari sudut pandang keluarga,” kata Angie.
Selain itu, lanjutan dari Anggy, film ini diangkat dari sudut pandang keluarga Vina.
“Itu hanya potret, kita tidak membahas kasus apa pun. Kita hanya membahas peristiwa dari sudut pandang keluarga. Kalau tidak ada dasar, hanya mengada-ada,” lanjut Angie.
Angie tak peduli dengan keluhan masyarakat yang melaporkan film Veena: 7 Hari lalu ke polisi.
“Dia mau mengadu ke mana? Di Bareskrim harus CPI. Lagi pula, belum bisa mengadu ya?”
“Kalau mau berpendapat silakan saja, semua boleh berpendapat,” kata Angie.
Diketahui, selain ALMI, pembuat film Vina: 7 hari lalu juga memanggil ahli hukum.
Sekretaris Ikatan Keluarga Alumni (ICA) Fakultas Hukum Inpas, Boyke Luthafiana Suhrer mengatakan, alasannya film tersebut bisa menggugah opini masyarakat terhadap sosok Peggy Setiwan.
Dalam film tersebut, kata Boyke, Peggy alias Perong digambarkan sebagai anak seorang polisi yang juga menjadi pelaku pembunuhan Vina Sarbon dan Rizki alias Ike di Sarbon pada 2016.
“Sampai akhir film, dia (Peggy) belum ditemukan atau polisi kehilangan jejak,” kata Boyke.
Kisah ini mungkin membuat penonton mengira Peggy dalam film tersebut benar-benar putri seorang polisi dan tidak pernah ditangkap.
Namun kenyataannya, kata dia, pada Selasa 21 Mei 2024, jajaran Deterskerm Polda bersama Tim Kutub Barskrim berhasil menangkap Peggy, setelah delapan tahun buron.
Informasi dari polisi, Iggy atau Peggy alias Perong bukanlah anak seorang polisi seperti di film, melainkan anak seorang pembantu rumah tangga.
“Jadi sebaiknya rumah produksi film menarik kembali kata ‘kisah nyata’ pada judul filmnya,” tegas Boycott.
Baik percaya bahwa akibat dari film tersebut, orang-orang yang tidak tahu apa-apa memiliki opini negatif terhadap polisi.
Film tersebut juga harus ditarik dari peredaran dan harus dilakukan perubahan pada beberapa adegan yang tidak sesuai dengan fakta persidangan dan pokok perkara, kata Boyke.
Jika rumah produksi tidak mencabut adegan tersebut dalam waktu dekat dan tidak menghilangkan kata “kisah nyata” dari brosur judul film, maka akan mengeluarkan surat panggilan.
“Saya akan berkoordinasi dengan pengurus Ikatan Alumni Hukum Keluarga Inpas untuk menyampaikan seruan terbuka, karena sebagai warga negara Indonesia dan praktisi hukum, kami menyayangkan lembaga yang seharusnya kita hormati malah diberi citra buruk.” katanya. anak laki-laki itu.
Sebagian artikelnya dimuat di TribunJabar.id dengan judul film Vina: 7 Hari Sebelum Petugas Hukum Dipanggil, Diminta Rusak Citra Polisi.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani) (Kompas.com/Cynthia Lova) (TribunJabar.id/Nazmi Abdul Rahman)