TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar hukum Prof. Henry Indraguna marah dan prihatin dengan insiden penganiayaan anak pada siang hari.
Menurutnya, adanya kasus ini menunjukkan pemerintah tidak mempunyai kapasitas untuk menyelesaikan kasus tersebut.
“Negara harus turun tangan jauh-jauh hari sebelum terjadi tindak pidana yang menimbulkan korban. Apalagi anak-anak yang terkena dampaknya. Selalu terlambat untuk menurunkan anggota pemerintahan, jangan berharap ada tindakan kekerasan terhadap anak,” kata Henry, Selasa. . (13/8) /2024).
Bapak Henry mengatakan bahwa negara harus memberikan sanksi yang tegas sebagai tindakan pencegahan agar kasus serupa tidak terulang kembali.
Kekerasan terhadap anak harus menjadi perhatian pemerintah.
“Jangan ada lagi anak-anak yang menjadi korban. Jangan biarkan anak-anak yang tidak bersalah disiksa oleh pengelola, pemilik, dan supervisor,” tegas Henry Indraguna, pendiri firma hukum tersebut.
Sertifikasi tempat penitipan anak diperlukan
Seorang pengacara terkemuka mendesak pejabat pemerintah untuk segera membuat peraturan yang mengatur ketersediaan tempat penitipan anak.
“Pemerintah juga harus memastikan pemilik anak dan pengasuhnya memiliki sertifikat yang merupakan ujian kerja yang dapat dilihat oleh masyarakat, khususnya pengguna jasa pengasuhan anak. itu mempengaruhi kesehatan mereka,” kata Profesor Henry.
Oleh karena itu, kata Henry, menciptakan gelar doktor bagi pekerja pengasuhan anak menjadi penting.
Tanggapan dari lembaga pendidikan sangatlah penting.
Henry merekomendasikan penitipan anak atau penitipan anak tidak hanya untuk memenuhi persyaratan peraturan tetapi juga untuk memastikan adanya sistem pemantauan rutin.
Ketersediaan tempat penitipan anak juga harus dipertimbangkan sepenuhnya dalam perspektif payung hukum Undang-Undang Perlindungan Anak.
Ia menilai, saat ini belum ada payung hukum yang secara khusus mengatur persoalan hak asuh anak atau hak asuh anak.
“Karena itu, tempat penitipan anak harus lebih diperhatikan. Jangan sampai bermunculan tempat penitipan anak ilegal atau tempat penitipan anak abal-abal. Selain itu, masyarakat juga sangat mudah mendapatkan izin mendirikan tempat penitipan anak sekarang,” tuturnya.
Ia mengatakan, di Kota Depok saja, berdasarkan Direktorat Jenderal Hukum dan HAM, terdapat 111 tempat penitipan anak, namun baru 12 yang terdaftar.
Hal ini tidak disebutkan di wilayah lain. Statistik ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk mengatasi masalah penitipan anak ini.
Sebagai informasi, penyelenggara penitipan anak legal merupakan organisasi yang terdaftar di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Riset dan Teknologi atau Kementerian Sosial, serta Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (Cayman PPA).
Sementara itu, pengelolaan tempat penitipan anak informal tidak dapat dianalisis baik dari segi organisasi, sumber daya manusia (SDM), dan pekerjaan penitipan.
Oleh karena itu, perlu adanya sistem pemantauan berbasis psikologis terhadap tumbuh kembang anak sesuai usia dan kesadarannya.
Henry yang juga politikus Partai Golkar ini menekankan pentingnya memastikan anak berada di tangan wali yang kompeten dan dapat diandalkan, sehingga mengurangi risiko kekerasan dan penelantaran.
“Selain itu, dalam praktiknya, tidak semua penyedia penitipan anak mampu membesarkan anak, mengasuh anak, dan memberikan mereka pendidikan yang baik dan berkualitas,” kata Profesor Henry.
Di sisi lain, pusat penitipan anak hadir untuk membantu para orang tua yang ingin “memberi” anaknya.
Seringkali karena orang tua dalam hal ini ayah dan ibu sibuk bekerja di luar rumah, maka mereka membutuhkan jasa penitipan anak untuk menjaga, menjaga dan menjaga anak agar tetap aman, sehat dan nyaman selama orang tuanya berjauhan untuk sementara waktu. . meninggalkan mereka.
Tempat penitipan anak outsourcing menjadi salah satu solusi yang dipilih orang tua dengan berbagai pertimbangan.
Namun, belakangan ini ada peristiwa yang menjadikan penitipan anak sebagai prioritas utama.
Sebut saja kabar terkini dari Venson School, Depok, Jawa Barat dan Pekanbaru, Riau.
Dua anak, usia 2 tahun 9 bulan, yang ditugaskan di sekolah Vincennes, melaporkan pelecehan yang dilakukan oleh pemiliknya, bukan oleh pengawas atau guru “sekolah”.
Setelah diselidiki, ternyata bayi tersebut tidak mendapat izin.
“Pemilik tempat penitipan anak seharusnya bertanggung jawab penuh atas keselamatan dan keamanan anak-anak tersebut. Namun, dialah yang menjadi pelaku kekerasan terhadap anak-anak tersebut,” kata Henry.
Pemilik tempat penitipan anak di Kota Pekanbaru, Riau, WF dan Weston School bernama depan Mita Irianti ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan anak.
Henry mengatakan cerita-cerita ini hanyalah puncak gunung es, banyak di antaranya mungkin belum dilaporkan kepada pihak berwenang.
Mungkin dia mengatakan banyak kasus yang tidak terungkap karena diselesaikan secara “damai” dan berakhir damai.
Sumber: Berita Kota