Dilansir reporter Tribunnews.com Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Sombal) diperiksa oleh siswa SMP Afif Maulana (13), yang tewas setelah diduga diserang polisi di Kota Padang, Sumatera Barat.
Kapolda Sumbar Irjen Suharyono menyebut pernyataan Badang Lembaga Bantuan Hukum (LBH) menyesatkan.
“Itu pernyataan yang menyesatkan karena kemarin kami sudah mendapat penjelasan resmi tentang kasus tersebut di acara yang diikuti LBH,” kata Suhariyono saat diwawancarai, Kamis (4/7/2024).
Suharyono mengatakan, pihaknya sudah memberikan penjelasan dengan mengatakan kamera CCTV hanya ada di Polsek Kurangi.
Dia berkata: “Jalan ini belum pernah diawasi sebelumnya, tapi ini adalah pertama kalinya pengawasan ditargetkan di halaman dan sekitar depan markas polisi distrik.”
Dia membantah klaim rekaman CCTV hilang atau rusak. Namun, karena laporan polisi baru diterima 12 hari setelah kejadian, video tersebut sudah tidak ada lagi.
“Informasi awalnya dari ahli IT yang kami datangkan dari kepolisian dan masyarakat sipil, artinya ada ahli IT di luar Polri, namun ternyata kapasitas penyimpanan di kantor polisi setempat (CCTV) hanya 1 terabyte. , jadi hanya bertahan 11 hari,” jelasnya.
Suharyono mengatakan pesan tersebut salah kaprah karena pihaknya dituduh menyembunyikan dan merusak rekaman CCTV.
“Hari ke-11 sudah tidak ada lagi, karena hilangnya kapasitas 1TB hanya 11 hari. Ini dengan teknologi yang begitu canggih. Saya belum menebusnya. Saya belum menebusnya. Ini masalah CCTV. ” dikatakan.
“Tetapi kami memiliki foto dan dokumen dari Polres yang menunjukkan bahwa dari 18 personel Polres tersebut tidak ada yang bernama Afif Maulana,” lanjutnya.
Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Badong menantang Polda Sumbar (Sombal) untuk menunjukkan rekaman CCTV Afif Maulana (13) yang diduga dianiaya polisi hingga tewas akibat penganiayaan.
Hal itu diungkapkan Direktur LBH Padang Indira Suryani saat mengadukan Kapolda Sumbar Irjen Suharyono ke Propam Polri di Jakarta, Rabu (3 Juli 2024).
Indira mengatakan, pihaknya meminta rekaman CCTV untuk membuktikan Afif tidak ada di Polsek Kurangi saat ditangkapnya puluhan mahasiswa yang diduga terlibat tawuran.
“Jika Polres menetapkan Afif Maulana tidak ada di Polsek Kuranji dan lain-lain, maka dia akan kami pasang CCTV agar bisa kita lakukan audit bersama,” kata Indira.
Dia mengatakan, Kapolda Sumbar sebenarnya sudah berjanji akan memberikan salinan CCTV tersebut saat pihaknya menggelar operasi.
“Lalu sebenarnya pada tanggal 25 Juni 2024, saat kami protes di depan Kapolda Sumbar, saat Kapolda Sumbar lengser, Kapolda Sumbar menjanjikan dua hal kepada kami. Pertama salinan otopsi, lalu juga ada salinan CCTV dan kami diminta sudah ada di sana jam 9 pagi keesokan harinya,” ujarnya.
Namun, Indira mengaku merasa terjebak saat kasus tersebut terungkap hari itu.
Ia menjelaskan, “Dari terungkapnya kasus ini, kami menilai Kapolda Sumbar hanya ingin melakukan perlawanan, dan menurut kami opini masyarakat sedang mengarah ke korban Afif Maulana dan keluarganya.”
“Dan saat ini dia bilang CCTV sudah dihapus, lalu bilang kalau CCTV saat itu tidak ada rekamannya. Menurutku ini salah kan? Dia sudah mengetahuinya sejak tanggal 9.” Ada yang tidak beres, itulah yang terjadi. Seperti ini,” katanya.
Indira pun meminta polisi tidak menutup-nutupi kematian Afif.
“Kami ingin transparan dalam kasus ini dan kami ingin tegaskan bahwa hujan lebat menutupnya. Bagi kami, operasi Polda Sumbar pada dasarnya mengambil alih segalanya, meski kasusnya sudah dilaporkan ke polisi. Menurut saya, Polsek Padang kemudian menyerahkan semuanya ke Polsek Sambur, yang aneh, “terlalu terburu-buru dan terlalu kritis terhadap keluarga korban,” jelasnya.