Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Keluarga Matholi’ul Falah (KMF) melalui Dinas Pendidikan menggelar acara Multaqo di auditorium IPMAFA secara offline.
Kegiatan ini dihadiri oleh para tamu undangan yang merupakan para pimpinan pesantren dan lembaga pendidikan yang juga tergabung dalam KMF.
Presiden PP KMF Marwan Jafar dalam sambutannya menyampaikan bahwa acara ini merupakan bagian dari upaya mempererat barisan, saling bersilaturahmi dan tentunya saling mengenal.
Legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini berharap, para pimpinan lingkungan Islam dan lembaga pendidikan dapat bersinergi dan bekerja sama dengan berbagi informasi dan pengalaman terkait strategi pengembangan pendidikan dan isu-isu terkait pendidikan.
“Sehingga menjadi kekuatan bagi kita masing-masing dan menjadi bagian integral dari keluarga Mathali’ul Falah dalam menghadapi tantangan zaman,” kata Marwan dalam keterangan yang diterima, Senin (15/7/2024).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Perguruan Tinggi Islam Mathali’ul Falah K.H Muhammad Abbad Nafi’ menyampaikan harapannya para peserta didik dan lembaga pendidikan Islam dapat saling bekerjasama. Ini adalah langkah yang baik sebelum hanya sekedar pembicaraan.
“Saya berharap acara ini menjadi awal bagi pimpinan KMF untuk benar-benar berkolaborasi dan bersinergi mengabdi kepada Mathali’ul Falah. Saya berharap dapat menjadi role model bagi pensiunan syariah dan lembaga pendidikan lainnya,” kata Gus Mamad, sapaan akrabnya.
Gus Mamad juga berharap kegiatan ini menjadi embrio kerja sama di bidang apapun, khususnya pendidikan.
“Al-haqqu bilā nidhomin qod yaglibuhu al-bāthilu bin nidhōm, artinya kebenaran yang tidak terorganisir dapat dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir,” ujarnya.
Rektor IPMAFA Gus Rozin mengatakan, banyak sesepuh Mathali’ul Falah yang bertanggung jawab di bidang pendidikan (TPQ, PAUD, MI, MTs, MA, SMP, SMA, dll).
“Jadi sinergi antar penanggung jawab sangat penting,” ujarnya.
Selain itu, Gus Rozin menjelaskan tentang sejarah interior Islam dari masa ke masa. “Pendidikan kita dilindungi undang-undang, tapi kalau kritis, pemagang Islam hanya akan diakui oleh undang-undang. Pemagang Islam memerlukan undang-undang karena mereka perlu melindungi hak-hak sipil siswa seperti gelar, perhatian pemerintah, dan advokasi pemerintah. ,” kata Gus Rozin.
Salah satu sesi acaranya membahas materi sosialisasi hukum penahanan Islam dan pemaparan dari KH. Nafis Husni, pakar penjaminan mutu interior Islami.
Menurut Nafis, penting untuk memahami kaidah Hukum Dalam Negeri Islam, dan yang baru dari Hukum Dalam Negeri Islam adalah keunikannya, bukan keseragamannya.
Interior Islam harus memperhatikan hak-hak keperdataan peserta didik, seperti ijazah, mua’ida, agar bisa melanjutkan pendidikan lebih lanjut. Interior Islam boleh menyelenggarakan apa saja, termasuk melaksanakan proses pembelajaran secara bertahap. studi buku, tapi bisa juga membuka SMA, Perguruan Tinggi, atau SMK,” kata Nafis.
Sementara itu, KH. Abdullah Khoirzad menjelaskan realitas di kalangan pesantren, banyak kiai dan alumni internal Islam yang tidak bisa mengajar di pesantrennya karena tidak memiliki gelar formal dan diakui negara.
Untuk itu dengan lahirnya undang-undang rumah tahanan Islam diharapkan dapat membawa terobosan baru agar tidak ada lagi kasus-kasus Kyai dan mantan santri yang tidak bisa mengajar di madrasahnya karena alasan administrasi saja. “. kata Abdullah.