Sekjen PBB Kecam Langkah Pemerintahan Biden yang Ringkus Mahasiswa Peserta Demo Pro-Palestina di AS

TRIBUNNEWS.COM – Keputusan pemerintahan Joe Biden untuk menangkap mahasiswa yang berpartisipasi dalam protes pro-Palestina di beberapa universitas tua di Amerika Serikat telah menarik perhatian banyak pihak baru-baru ini.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, adalah orang terakhir yang mengkritik langkah tersebut.

Guterres, dikutip Tribunnews dari Anadolu Ajansi, mengungkapkan keprihatinannya atas tindakan tegas yang diambil pemerintah Amerika terhadap mahasiswa pro-Palestina di universitas-universitas Amerika.

Berbicara di Hamilton, Kanada pada Selasa (30/4/2024) waktu setempat, Guterres mengatakan pemerintah AS harus mengutamakan kebebasan berekspresi dan memastikan protes damai.

Guterres juga mengatakan para pejabat universitas harus menerima dan melakukan protes dengan baik di kampus-kampus di Amerika Serikat.

“Jelas ujaran kebencian tidak akan diterima. Tapi saya yakin itu semua tergantung otoritas universitas,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, Volker Durk, menyatakan keprihatinannya atas tindakan tegas yang diambil untuk membubarkan protes mahasiswa dari berbagai universitas di Amerika Serikat untuk menunjukkan dukungan terhadap Palestina.

“Saya khawatir bahwa beberapa tindakan penegakan hukum di banyak universitas tampaknya tidak proporsional dalam efektivitasnya,” kata Volker Dürk.

Voelker menambahkan bahwa setiap langkah yang diambil oleh universitas dan aparat penegak hukum untuk menangani paparan tersebut harus dipertimbangkan dan diteliti dengan cermat.

Beberapa kritikus mengatakan bahwa kebijakan pemerintah AS yang mendukung pembunuhan dan kejahatan perang Israel sebagai tindakan keras terhadap ekstremis, yang menurut mereka akan mendorong pemerintah untuk terus menciptakan kekerasan, perang, dan genosida.

Protes di kampus-kampus di seluruh Amerika Serikat menyusul upaya polisi untuk menyingkirkan kamp pro-Palestina di Universitas Columbia di New York, yang menyebabkan lebih dari 1.000 mahasiswa ditangkap.

Mahasiswa di negara-negara lain termasuk Inggris, Perancis, Australia, Iran dan Lebanon kini turun ke jalan untuk menunjukkan dukungan terhadap rekan-rekan mereka di Amerika. Universitas Columbia siap mengeluarkan mahasiswa yang menentang Israel

Dalam situasi saat ini, para pejabat universitas memutuskan untuk mengeluarkan banyak mahasiswanya karena pecahnya konflik antara pejabat Universitas Columbia dan mahasiswa yang mendukung Palestina.

Kantor berita tersebut memberitakan, mengutip dari situs Tribunnews, keputusan itu diambil setelah para mahasiswa menyerbu gedung universitas pada Selasa pagi dan menghalangi masuknya pejabat universitas.

“Mahasiswa yang berada di gedung tersebut menghadapi evakuasi,” kata juru bicara universitas Ben Chang dalam pernyataan resmi.

Dia mengatakan para pengunjuk rasa diizinkan untuk pergi dengan damai setelah akhir semester, tetapi mereka yang tidak menyetujui persyaratan tersebut akan diskors mulai Senin dan tidak diizinkan memasuki semua aula dan asrama.

“Para pengunjuk rasa telah menciptakan situasi yang tidak dapat diterima dengan menghancurkan properti, mendobrak pintu dan jendela serta memblokir pintu masuk,” katanya.

Namun, Persatuan Mahasiswa Columbia mengatakan sebuah “kelompok otonom” telah “mengambil alih” gedung Hamilton dan akan tetap di sana sampai tuntutan mereka dipenuhi.

Salah satu tuntutan utama kelompok mahasiswa pro-Palestina di Universitas Columbia pekan lalu adalah agar universitas tersebut menarik investasinya dari perusahaan-perusahaan yang mengambil keuntungan dari serangan Israel di Gaza.

Sebelumnya, Universitas Columbia juga menarik investasinya dalam sebuah kasus atas permintaan mahasiswa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *