Wartawan Tribunnews.com Endrapta Pramudhiaz melaporkan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pembangunan Balai Wisata Bahari (BMTH) Bali terkendala dengan banyaknya perahu nelayan yang berada di sekitar kawasan pengembangan.
PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo, Arif Suhartono mengatakan, masih terdapat ratusan kapal nelayan di sekitar BMTH. Dikatakan tepatnya berada di sebuah danau di Area Pengembangan 1.
Terkait dengan kapal nelayan yang masih berada di kawasan BMTH menjadi salah satu permasalahan yang sangat perlu dibicarakan dan diharapkan dapat dipindahkan ke tempat lain.
“Sekitar 500 hingga 600 perahu nelayan, terkadang hingga 700,” kata Sinaian dari kompleks parlemen. Jakarta, kata Arif dalam rapat gabungan dengan Komite VI DPR, Rabu (3/7/2024).
Padahal, menurut Arif, kawasan pelabuhan Benoa yang menjadi lokasi proyek BMTH bukanlah kawasan pelabuhan perikanan.
Ia mengatakan, ketika menghadapi tantangan tersebut, ia segera menghubungi pemerintah.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan langsung memimpin rapat koordinasi (rakor) untuk membahas hal tersebut.
“Terima kasih Tuhan. Bulan Mei kalau tidak salah ada rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Kelautan dan Perikanan untuk memastikan kapal nelayan bisa dipindahkan ke pelabuhan perikanan,” kata Arif. .
“Jadi ada pelabuhan perikanan. Kalau tidak salah Pengambengan dan Teluk Awang secara bertahap akan pindah ke sana,” imbuhnya.
Ari berharap kawasan seperti BMTH bisa menjadi hub pariwisata di Bali yang mampu mendatangkan ratusan wisatawan dengan perahu nelayan.
“Tidak mungkin diharapkan menjadi objek wisata di Bali, apalagi bumbu memancing di sini, tapi bapak dan ibu bisa merasakannya. Anda sendiri, tidak mungkin setuju dengan keadaan tersebut,” kata Arif.
Dengan masih banyaknya perahu nelayan yang berkeliaran di kawasan BMTH, dia ragu ada investor yang mau membangun gedung di sana.
Namun, dia memastikan kepercayaan investor semakin besar setelah pemerintah menggelar rapat koordinasi yang menjamin pergerakan kapal ikan tersebut.
“Saya bertanya apakah perahunya bisa dipindahkan atau tidak. Ketika mereka membangun gedung-gedung kelas atas, perahu (nelayan) itu masih ada, sehingga mereka ragu,” jelas Arif.
“Tetapi setelah melakukan pertemuan perundingan, mereka semakin percaya diri dan dalam waktu satu atau dua minggu kita bisa mencapai kesepakatan kerja sama terkait BMTH,” tutupnya.
Proyek Strategis Nasional (PSN) memandang BMTH tidak hanya sebagai pelabuhan untuk menampung kapal pesiar dan yacht, tetapi juga sebagai salah satu tujuan wisata Bali, khususnya wisata bahari.
Proyek yang diprakarsai Pelindo ini dijadwalkan selesai pada September 2024.
Sebelumnya, kapal pukat ini juga menjadi perhatian saat kunjungan DPR VI ke kawasan BMTH pada masa operasional IV tahun sidang 2023-2024.
Anggota Komisi VI GDE DPR Sumarjaya Linggih merekomendasikan agar kapal penangkap ikan non-tuna segera dipindahkan ke pelabuhan Benoa.
Gde menyatakan dalam situs resmi Pelindo, Pelindo segera mendaftarkan kapal non tuna yang akan sandar/didukung di pelabuhan Benoa. Badan Usaha Milik Negara dan Kementerian Kelautan dan Perikanan diminta.
Kapal nelayan dan kapal cumi yang dinonaktifkan, terutama untuk mendukung proyek pembangunan BMTH, meningkatkan keselamatan dan keamanan wisatawan.