TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri (PM) Bangladesh, Sheikh Hasina, dikabarkan mengundurkan diri setelah aksi protes di negara yang dipimpinnya mencapai puncaknya pada Senin (5/8/2024) waktu setempat.
Seperti dilansir AFP dan Reuters, kabar mundurnya Syekh Hasina diyakini karena angka kematian akibat demonstrasi di Bangladesh yang terus meningkat tidak kunjung berkurang.
Pada hari Senin, jumlah korban tewas meningkat menjadi enam orang, menjadikan demonstrasi ini yang terburuk sejak Bangladesh didirikan lima tahun lalu.
Sementara itu, kabar pengunduran diri Perdana Menteri Bangladesh juga disampaikan oleh salah satu ajudan Sheikh Hasina.
Namun laporan ini belum dapat dikonfirmasi oleh Reuters.
Sebaliknya, Hasina dan adiknya dibawa ke “tempat aman” yang jauh dari tempat tinggal mereka.
“Anda tahu, situasinya sangat ketat. Apa yang terjadi, saya tidak tahu,” kata Menteri Hukum Bangladesh Anisul Huq kepada Reuters.
Sekadar informasi, pada hari Senin, aktivis mahasiswa melanggar jam malam pemerintah untuk memaksa Hasina mengundurkan diri, sehari setelah bentrokan mematikan di negara itu yang menewaskan sedikitnya 100 orang.
Saat para demonstran bergerak di banyak tempat, orang-orang bersenjata dan tentara berpatroli di jalan-jalan ibu kota Bangladesh, Dhaka.
Lalu terjadi kontak fisik antara saksi dan penjaga.
Setidaknya, seperti dilansir Daily Star, enam orang tewas akibat bentrokan yang terjadi di kawasan Jatrabari dan Dhaka Medical College.
Pada saat itu, polisi terlihat melemparkan granat kejut di beberapa bagian kota untuk membubarkan kelompok kecil pengunjuk rasa, menurut laporan dari media lokal Bangladesh, Prothom Alo.
Sementara di tempat lain, ribuan demonstran mengepung aparat yang berdiri di depan gedung pemerintah.
Di sisi lain, konflik ini menunda pidato panglima tentara Bangladesh, Jenderal Waker Uz Zaman.
“Dia sedang berdiskusi dengan beberapa pemangku kepentingan di luar militer. Itulah alasan penundaan ini,” kata seorang pejabat militer.
Sebelumnya, pihak militer meminta masyarakat menahan diri hingga Waker Uz Zaman mengeluarkan pernyataannya.
Gelombang Protes Memicu Para pengunjuk rasa merusak kendaraan saat protes anti-pemerintah berlanjut di Dhaka pada 18 Juli 2024. – Mahasiswa Bangladesh membakar media negara tersebut pada 18 Juli, sehari setelah Perdana Menteri Sheikh Hasina muncul di Internet dalam upayanya untuk mencegah eskalasi lebih lanjut. Bentrokan tersebut menewaskan sedikitnya 32 orang. (Foto oleh AFP) (AFP/-)
Sebenarnya, gelombang demonstrasi mahasiswa ini sempat meletus sekitar dua bulan lalu.
Menurut CNN, protes terhadap pemerintah dimulai dengan sistem kuota yang hanya dimaksudkan untuk memberi manfaat bagi keluarga dan keturunan para veteran yang memperjuangkan kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan pada tahun 1971.
Meski sistem ini telah ditangguhkan oleh pemerintah, namun terdapat permohonan banding di pengadilan yang justru membuka peluang penerapan kembali sistem kuota tersebut.
Kemudian, Mahkamah Agung Bangladesh akhirnya memutuskan memerintahkan pengurangan kuota mantan prajurit dari 30 persen menjadi 5 persen.
Pasca keputusan tersebut, demonstrasi sempat mereda selama beberapa hari, kemudian kembali meledak dan berujung pada gerakan menentang pemerintah.
Laporan ini menuntut keadilan bagi mereka yang dirugikan dalam laporan serupa yang telah dibuat sebelumnya.
Sebagai informasi, pada bulan lalu, tercatat 200 orang meninggal dunia dan sebanyak 10.000 orang ditangkap karena laporan tersebut.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)