Bank Indonesia: Baru 28 dari 100 Orang yang Paham Ekonomi dan Keuangan Syariah

Laporan reporter Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyebut literasi keuangan dan keuangan syariah masyarakat Indonesia masih rendah.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung mengungkapkan, hanya 28 persen masyarakat dari seluruh provinsi di Indonesia yang memahami keuangan dan perekonomian.

“Literasi keuangan syariah masih rendah. Berdasarkan survei terakhir yang dilakukan di seluruh provinsi, literasi keuangan syariah masih 28 persen. Artinya, dari 100 masyarakat Indonesia, baru 28 dari 100 masyarakat yang memahami ekonomi dan keuangan,” ujarnya dalam sambutan pembukaannya. Perayaan Festival Ekonomi Syariah Daerah.

Memang menurutnya, semakin tinggi literasi dan edukasi keuangan, maka semakin besar pula penerimaan dan penggunaan produk halal di Indonesia.

Jude menekankan, rendahnya literasi dan pendidikan keuangan syariah menjadi kekhawatiran bersama masyarakat Indonesia.

Wakil Presiden Maruf Amin menargetkan mencapai 50 persen masyarakat syariah di Indonesia yang melek finansial pada tahun 2025.

Ia mengatakan, dalam mencapai tujuan yang dicanangkan Maruf Amin, BI dan OJK telah bersama-sama merumuskan berbagai langkah.

Tentu saja, karena teman-teman di Bank Indonesia dan kami di OJK tidak bisa mencapainya dengan bekerja, kami melihat lebih dekat bagaimana kami bisa mencapai target 50 persen di tahun depan, kata Jude.

Di sisi lain, Yudas juga menjelaskan beberapa cara untuk mengembangkan perekonomian dan sistem keuangan Indonesia. Hal ini dilakukan BI bersama kelas lainnya.

Praktik tersebut antara lain adalah mendorong ekosistem pangan halal, dalam hal ini mempercepat sertifikasi rumah potong hewan halal.

“Kalau makanannya halal, Insya Allah sebagian besar syarat makanan halal akan teratasi,” kata Juda.

Ada beberapa kemajuan dari sana. BI mempromosikan perancang dan pengusaha fesyen rendah hati, salah satunya adalah Indonesia International Modest Fashion Tribute.

Judd mengatakan perlunya peningkatan keuangan pesantren karena pesantren diyakini memiliki faktor endowment yang paling penting seperti ketersediaan lahan, sumber daya manusia yang berkarakter, dan kekuatan kelompok.

Kemudian mereka juga mencoba mengembangkan ekonomi syariah. Sebagai penyelenggara, Juda mengatakan BI akan mendorong inovasi di bidang media seperti pasar keuangan dan proyek media serta skema alternatif, serta konsesi syariah.

Digitalisasi ekonomi syariah tidak akan luput dari upaya pengembangannya. Digitalisasi dianggap sebuah kebutuhan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *