Dilaporkan oleh Koresponden Tribune News Abriza Fasti Afami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Pertanian RI (Mintan), Suhrul Yasin Limpo (SYL) menanggapi dirinya divonis 10 tahun penjara.
Dalam kasus pemerasan dan gratifikasi yang dijeratnya, SYL divonis 10 tahun penjara, denda Rp 300 juta, serta uang pengganti Rp 14 miliar dan uang pengganti 30 ribu dolar AS.
Sohail Shah mengatakan, sebagai orang yang mengikuti aturan dan hakim, ia menghormati hasil majelis hakim.
Menurut Suhrawardy, apapun yang menimpanya adalah akibat dari pendiriannya. Ia mengaku bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
“Apa yang menimpa saya hari ini adalah bagian dari hasil sikap saya,” kata SYL, usai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2024).
“Ini adalah tanggung jawab pimpinan saya yang selama 3, 4 tahun terakhir ini, pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, memenuhi ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan Indonesia dan pelaksanaan situasi Covid,” ujarnya .
Sohail menyadari, hukuman 10 tahun dengan tambahan 2 tahun penjara bukanlah hukuman yang ringan.
Meski demikian, ia mengaku bangga dengan penghargaan yang diterimanya selama menjabat Menteri Pertanian Indonesia.
“Saya akan mempertanggungjawabkannya, saudara-saudaraku, sahabat-sahabat pers, saya akan mempertanggungjawabkannya, dan saya akan menyikapinya sebaik mungkin,” ucapnya.
Selain itu, Suhrul juga mengucapkan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah memberinya kesempatan menjadi Menteri Pertanian RI.
“Saya divonis 10 tahun 2 tahun (penjara), bukan masalah kecil, tapi saya merasa bangga karena ketika saya menjadi menteri, saya mendapat 71 penghargaan nasional dari presiden.”
Sebelumnya, mantan Menteri Pertanian (Mentan), Sahar Yasin Limpo (SYL) divonis 10 tahun penjara karena memberikan uang atas karyanya dan menerima jasa.
Keputusan tersebut diambil majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tepikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2024).
Dalam putusannya, majelis hakim memiliki beberapa pertimbangan hukum.
SYL antara lain melakukan kelalaian terkait pelayanan yang diberikan pegawai Kementerian Pertanian kepada keluarga SYL.
Padahal SYL merupakan birokrat berpengalaman yang menduduki berbagai posisi.
“Dengan pengalaman terdakwa sebagai birokrat, tidak mungkin dia mengetahui dan mengabaikan fasilitas dan keluarga yang tidak diberikan Kementerian Pertanian,” kata hakim anggota Ida Ayo Mustikavati dalam persidangan.
SYL sudah dikenal sejak lama sebagai birokrat. Ia menjabat sebagai kepala desa, camat, bupati, sekretaris daerah, wakil gubernur, gubernur, dan menteri.
Sebagai birokrat sejati, Hakeem menduga SYL tentu memahami batasan antara fasilitas urusan publik dan privat, termasuk keluarga.
“Padahal, terdakwa mengetahui fasilitas pemerintah apa saja yang boleh atau tidak boleh diberikan kepadanya sebagai menteri atau di luar dinas pemerintah. Apalagi untuk kepentingan keluarganya,” kata Hakim Ida.
Majelis hakim menanggapi pandangan kubu SYL dalam pembelaan atau pembelaannya.
Dalam pembelaannya, SYL dan penasihat hukumnya malah menyalahkan pegawai Kementerian Pertanian.
Mereka diyakini mengambil inisiatif sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarga SYL untuk dipromosikan.
“Sikap tersebut diambil oleh para pejabat Kementerian Pertanian, salah satunya dengan memberikan pelayanan kepada keluarga terdakwa seolah-olah merupakan fasilitas seorang menteri dan keluarganya dengan harapan dapat diamankan dan dipromosikan jabatannya.” , kata Hakim Ida. Aplikasi Gema SYL.
Sebagai informasi, SYL dalam kasus tersebut divonis 10 tahun penjara, denda Rp 300 juta, serta uang ganti rugi sebesar 14 miliar USD dan ganti rugi sebesar 30 ribu USD.
Vonis tersebut dijatuhkan majelis hakim karena menilai SYL terbukti bersalah berdasarkan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 12 Huruf A. Ayat (1) Pasal 64 KUHP berkaitan dengan dakwaan pertama.