TRIBUNNEWS.COM – Al Monitor melaporkan bahwa pemberontak Houthi di Yaman telah menciptakan pasukan drone dalam jumlah besar, mengatakan mereka melakukan serangan mematikan di tanah Israel Jumat dini hari (19/7/2024), jauh dari perbatasan Tahta.
Sejak perang Israel dengan Hamas di Gaza dimulai pada 7 Oktober, kelompok Houthi yang didukung Iran telah melakukan banyak serangan drone dan rudal terhadap kapal-kapal di Laut Merah dan Teluk Aden.
Mereka mengatakan serangan itu merupakan tindakan solidaritas terhadap rakyat Palestina.
Setelah berulang kali mengancam untuk memperluas operasi mereka, Houthi mengklaim melakukan serangan pesawat tak berawak di Tel Aviv.
Satu orang tewas, menurut pejabat Israel.
Ini menandai “langkah baru” dalam operasi mereka melawan Israel.
Houthi telah meningkatkan kemampuan udara mereka sejak merebut ibu kota Yaman, Sana’a, pada tahun 2014.
Inilah latar belakang teknis mereka. 1. Drone buatan Yaman?
Arab Saudi dan Amerika Serikat telah berulang kali menuduh Iran menyediakan drone, rudal, dan senjata lainnya kepada Houthi.
Namun Iran membantah tuduhan tersebut.
Kelompok Houthi mengatakan mereka memproduksi drone mereka secara lokal.
Namun, para kritikus mengatakan drone itu berisi bagian-bagian yang dicuri dari Iran.
“Houthi tidak membuat drone dan tidak membuat rudal. Tidak ada yang buatan sendiri,” kata Andreas Krieg, seorang analis militer dan dosen senior studi pertahanan di King’s College London.
“Semuanya dibangun di Yaman, tapi semuanya didasarkan pada arsitektur Iran, desain Iran, dan teknologi Iran,” katanya kepada AFP.
Kekuatan Houthi termasuk jet tempur Shahed-136 Iran yang digunakan oleh Rusia dalam perang melawan Ukraina, kata Fabian Hinz dari Pusat Studi Strategis Internasional kepada AFP.
Ia mengatakan pesawat Shahed-136 mampu menempuh jarak sekitar 2000 km.
Jenis drone tempur lainnya, Samad-3, telah digunakan oleh Houthi dalam serangan terhadap Uni Emirat Arab dan Arab Saudi.
“Pesawat tak berawak Houthi menggunakan panduan GPS dan terbang secara mandiri pada rute yang telah direncanakan sebelumnya menuju target yang ditentukan,” tulis para ahli di Pusat Studi Strategis dan Internasional dalam laporan tahun 2020.
Sejak Januari, pasukan AS telah menerbangkan beberapa drone ke wilayah Yaman yang dikuasai Houthi dan perairan sekitarnya.
Menurut Komando Pusat AS (CENTCOM), operasi ini merupakan bagian dari kampanye untuk mencegah Houthi menyerang kapal serta melindungi lalu lintas maritim. Drone Shahed 136 dipajang di pameran. (doc. Wikipedia) 2. Apakah drone yang menginvasi Tel Aviv adalah drone baru?
Pada Jumat (19/7/2024), pihak Houthi menyebut sebuah pesawat baru bernama ‘Yaffa’ ditembakkan dari Tel Aviv.
Jarak antara Yaman dan Tel Aviv setidaknya 1.800 kilometer, menjadikannya serangan terdalam.
Juru bicara militer Houthi Yahya Saree mengatakan drone tersebut dapat menghindari sistem pertahanan udara dan deteksi radar.
Seorang pejabat militer Israel, yang berbicara tanpa menyebut nama, mengatakan sebuah pesawat tak berawak “sangat besar” telah ditemukan tetapi seruan tidak segera terdengar karena “kesalahan manusia”.
Hinz, perusahaan otomotif yang menganalisis rekaman jatuhnya drone tersebut, mengatakan ada indikasi bahwa Yafa adalah contoh terbaru dari pesawat serang jarak jauh Houthi.
“Jika Anda melihat lebih dekat pada puing-puing dan gambar yang kami miliki, termasuk mesin, bagian badan pesawat dan sayap, Anda akan melihat kemiripan yang sangat kuat dengan UAV Samad-3 yang digunakan,” kata Hinz.
“Ini mungkin merupakan versi baru dari rencana itu.”
Hinz menekankan mesin Yafa buatan Iran lebih bertenaga dibandingkan model sebelumnya.
“Ada kemungkinan Houthi berusaha meningkatkan jangkauan Samad-3 agar dapat menerbangi rute yang menghindari pertahanan musuh, agar tidak terdeteksi dan diserang dari sisi yang tidak terduga,” tambah Hinz.
Mohammad Albasha, analis senior untuk Timur Tengah di Navanti Group yang berbasis di AS, mengatakan drone tersebut dapat dilengkapi dengan peralatan penyerap radar (RAM) untuk mencapai tembus pandang maksimum.
Berbicara kepada AFP, pakar tersebut mengatakan bahwa perangkat tersebut dapat mengubah gelombang radio menjadi panas, sehingga mengurangi jumlah energi yang dipantulkan kembali ke sumber radar. 3. Apakah hal ini akan mengancam Israel?
Kelompok Houthi sebelumnya mengklaim bahwa serangan drone dan rudal menargetkan kota Eilat dan Ashdod di Israel selatan serta kota Haifa.
Namun serangan hari Jumat tampaknya menjadi serangan pertama yang menembus pertahanan udara canggih Israel.
Ini merupakan operasi pertama Houthi terhadap kota Tel Aviv dan pertama yang menimbulkan korban jiwa di Israel. Ledakan pesawat Houthi meledak di Tel Aviv, ibu kota Israel. Anggota Pasukan Pertahanan Israel memeriksa lokasi jatuhnya pesawat di pusat kota Tel Aviv, Jumat 19 Juli 2024, hingga menimbulkan kepanikan warga kota tersebut. (Sharon Aronwicz/AFP)
“Tidak ada keraguan bahwa kemampuan kelompok ini meningkat,” kata Torbjorn Soltvedt dari firma intelijen risiko Verisk Maplecroft.
“Tetapi klaim Houthi bahwa mereka telah mengembangkan drone yang dapat menghindari pertahanan rudal Israel mungkin salah,” tambah pakar tersebut.
Menurut Hinz, serangan udara Houthi tidak menimbulkan “ancaman strategis” bagi Israel.
Ia mengatakan, jarak antara Yaman dan Israel sangat jauh.
Hinz mengatakan bahwa untuk menimbulkan ancaman yang efektif, Houthi perlu menggunakan drone berukuran sangat besar yang mudah dikenali.
“Juga akan sulit bagi mereka untuk mengalahkan keamanan dengan segerombolan drone yang berada jauh.”
Namun, Houthi mungkin beruntung dengan salah satu serangannya, katanya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)