Dilansir reporter Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Ekonom senior Dradjad Wibowo menilai perlambatan impor membuat sejumlah pelaku industri dalam negeri kesulitan bersaing.
Dia mengatakan, industri dalam negeri tidak akan terpengaruh hingga PMI manufaktur Indonesia masuk zona kontraksi.
“Ini memang dilematis. Kalau impor tidak dilonggarkan, peti kemas akan menumpuk di gudang pelabuhan. Pengangkutan akan semakin sulit dan inflasi akan meningkat,” kata Delajade, Jumat (2/8/2024), “Sebagai konsumen masyarakat yang hidup ada yang dirugikan.”
Namun, ia mengatakan menyalahkan impor sebagai upaya mitigasi bukanlah pernyataan atau langkah yang bijaksana. Bahkan bisa dimaknai sebagai kerja tidak patut antar kementerian/lembaga.
Yang harus dilakukan adalah bersama-sama merencanakan dan mengoptimalkan kebijakan pengembangan industri dalam negeri, perdagangan luar negeri, serta kepabeanan dan perpajakan.
Misalnya saja peraturan impor dan volume impor mana yang optimal bagi konsumen dan produsen dalam negeri.
“Apakah mungkin untuk mengenakan bea masuk antidumping pada barang-barang berkode HS tertentu? Apakah ada solusi teknis terhadap kemacetan pelabuhan?” Ia menjelaskan, “Apa solusinya, agar industri dalam negeri lebih kompetitif daripada hanya menunggu proteksi yang berlebihan .
Ada pula faktor biaya produksi yang menjadi penghalang, baik yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah maupun perilaku pribadi yang tidak etis.
“Dalam jangka menengah dan panjang, dampak ekonomi berbiaya tinggi dari penghentian proses industri memiliki manfaat yang lebih besar dibandingkan membuka dan menutup langkah-langkah mitigasi dan pembatasan impor,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan jumlah manajer pembelian produksi di Indonesia menyusut untuk pertama kalinya sejak Agustus 2021 dan setelah 34 bulan berturut-turut mengalami ekspansi yang didorong oleh penurunan produksi dan pesanan baru.
Agus mengatakan menurunnya permintaan pasar menjadi penyebab utama turunnya penjualan.
S&P Global mendapat informasi data Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia Juli 2024 yang turun menjadi 49,3 atau terkontraksi.
Pada Juni 2024, PMI manufaktur Indonesia masih ekspansif yakni sebesar 50,7.
Agus mengaku tidak terkejut dengan penurunan PMI manufaktur Indonesia pasca diberlakukannya kebijakan pelonggaran impor.
Agus dalam keterangan resmi, Kamis (1/8/2024), mengatakan, “Kami tidak terkejut dan wajar melihat hasil kajian ini, karena semua itu menyusul pengumuman kebijakan pelonggaran impor yang sudah diperkirakan saat itu.”