TRIBUNNEWS.COM – Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka mengaku siap menggantikan produk susu dalam program makan gratis bergizi.
Hal itu disampaikan Gibran saat meninjau ulangan program di SD Negeri Tugu, Solo, Jawa Tengah pada Jumat (26/7/2024).
Dalam uji coba sebelumnya, produk susu dikritik karena kandungan gulanya yang tinggi.
“Jika jenis susunya tidak dapat diterima, kami siap menggantinya,” kata Gibran, Jumat, seperti dilansir TribunSolo.com.
Dalam percobaan kali ini, tim menggunakan 105 ml susu UHT Greenfield dengan kadar gula 9 gram.
Apresiasi penggunaan susu jika kandungan gulanya masih terlalu tinggi.
Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini menegaskan, siap menerima penilaian siapapun.
“Hari ini kami berpakaian putih. Sekali lagi, ini masih merupakan keputusan penghakiman. “Saya bersedia menerima masukan dan penilaian siapa pun,” ujarnya.
Gibran menegaskan, kebutuhan nutrisi menjadi prioritas program ini.
Menunya juga bervariasi sehingga anak-anak tidak bosan.
“Menunya bervariasi setiap hari agar tidak bosan. “Kebutuhan nutrisi menjadi prioritas,” jelasnya.
Menu yang ditawarkan pada tes ini antara lain nasi, sayur mayur, ayam, pisang, dan susu.
Menu makanan bergizi SD Negeri Tugu serupa dengan eksperimen yang dilakukan beberapa waktu lalu di Sentul, Jawa Barat.
“Kemarin kami ke Sentu, hari ini ke Solo untuk meninjau proses uji coba makan siang gratis. “Menunya ayam, sayur, pisang, dan susu,” jelasnya.
Gibran mengatakan uji coba ini akan dilakukan selama tiga bulan, yakni Agustus hingga Oktober 2024.
Selama persidangan, ia berusaha mendapatkan evaluasi dari berbagai pihak.
“Esai ini bertahan selama 3 bulan. Nanti kita mendapat banyak masukan, evaluasi dari guru, walikota, orang tua, siswa itu sendiri, panitia, ahli gizi”.
“Ini masih proses uji coba, pasti banyak masukan atau evaluasinya,” ujarnya
Bhima Yudhistira, Direktur Center for Economic and Legal Studies (Celios), menilai uji coba program makan bergizi gratis jika dilakukan di Pulau Jawa adalah salah.
Menurut Bhima, program ini sebaiknya diujicobakan di Flores, Maluku, dan Papua.
“Salah (di Jawa). Kenapa? Makan siang gratis itu salah satu tujuannya untuk menurunkan angka gizi buruk, jadi kalau ditargetkan tentu banyak daerah yang lebih miskin dibandingkan Solo,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta. dikutip pada hari Jumat.
Ia lantas menyarankan, alih-alih mencoba program ini, sebaiknya dilakukan secara sporadis di banyak tempat.
Yang terbaik adalah membuat proyek percontohan untuk program makanan bergizi gratis terlebih dahulu.
Langkah ini diambil untuk memeriksa apakah program ini benar-benar terkait dengan perbaikan gizi buruk dll.
“Jadi, apakah makan siang gratis ada hubungannya dengan kenaikan angka PISA? Apakah ada hubungannya dengan gizi buruk?”
“Pertama sebaiknya uji di daerah 3T dan fokus. Uji terus di sana, fokus maka lihat (hasilnya),” kata Bhima.
Bhima juga mengatakan tantangan terbesar program ini datang dari segi logistik.
Uji coba di Solo disebut kurang memadai karena banyaknya penyangga di kota tersebut.
Oleh karena itu, ia menilai tes di sana tidak mencerminkan kesiapan program ini jika diterapkan secara nasional.
Uji coba akan dilakukan di Papua dan wilayah timur Indonesia lainnya yang biaya logistiknya lebih mahal.
Dengan demikian, dengan adanya tantangan biaya logistik, akan terlihat apakah program makan gratis bergizi di Jawa dan Papua dapat memiliki kualitas dan standar gizi yang sama.
“Masalah logistik dan harga bahan pangan atau bahan baku antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa sangat berbeda. Tingkat inflasi juga berbeda.”
Jadi kalau lokasi tesnya salah, akibatnya kebijakan tidak adil, lanjutnya.
Jika nantinya program tersebut ingin memberdayakan usaha kecil menengah atau usaha lokal di wilayahnya, Bhima ragu hal itu bisa terwujud.
Sebab, mungkin akan terjadi persaingan antara rumah tangga dan dunia usaha yang sama-sama membutuhkan bahan makanan yang sama.
Rumit. Distribusinya hanya satu, perbedaan harga, inflasi dan dari mana asalnya ya, tutupnya.
Sebagian artikel ini tayang di TribunSolo.com dengan judul: Uji Coba Makan Gratis di Solo, Jawa Tengah, Gibran Jawab Kritik Susu Tinggi Gula: Kami Berubah.
(Tribunnews.com/Deni/Entrapta) (TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin)