Laporan jurnalis Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjalin kerja sama dengan Eagle Hills, investor asal Uni Emirat Arab (UEA) untuk menggarap sektor pariwisata dan infrastruktur di Indonesia.
Penandatanganan nota kesepahaman antara Menteri BUMN Erick Thohir dengan Presiden Eagle Hills sekaligus pendiri Emaar, Mohamed Ali Rashed Alabbar, di Dubai, Selasa (16/7/2024).
Erick mengungkapkan, nilai investasinya mencapai 3 miliar dolar AS atau setara Rp 48,3 triliun (dengan asumsi nilai tukar Rp 16.108 per dolar AS).
Alhamdulillah BUMN dan Eagle Hills sepakat menjalin kerja sama dengan nilai investasi hingga $3 miliar pada infrastruktur dan ekosistem pariwisata Indonesia, kata Erick dalam keterangannya, Rabu (17/7/2024).
Dijelaskannya, aspek penting dari kerja sama ini antara lain investasi ekstensif pada pengembangan properti hotel, kawasan bandara, dan ekosistem destinasi wisata.
Erick mengatakan Eagle Hills juga berkomitmen untuk melakukan transfer ilmu pengetahuan melalui penelitian bersama, lokakarya, dan program pelatihan.
Eagle Hills juga bersedia membantu pengembangan infrastruktur bandara, renovasi dan pengembangan hotel-hotel BUMN di Indonesia berstandar internasional sebagai bagian dari pengembangan destinasi pariwisata baru.
Erick optimistis kolaborasi ini akan meningkatkan akselerasi sektor pariwisata Indonesia.
“Perjanjian bersejarah ini merupakan titik balik bagi sektor pariwisata Indonesia. Dengan bermitra dengan Eagle Hills, kami menjaga momentum pertumbuhan dan perkembangan industri pariwisata kita yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Erick.
Erick mengatakan, kemitraan ini sejalan dengan strategi nasional untuk mendiversifikasi perekonomian dan menjadikan Indonesia sebagai destinasi pariwisata terkemuka global.
Ia yakin kolaborasi ini tidak hanya akan meningkatkan kontribusi ekonomi pariwisata, tetapi juga akan menciptakan lapangan kerja yang signifikan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang adil dan berkelanjutan di Indonesia.
“MoU ini berlaku selama satu tahun, dan tidak menutup kemungkinan untuk diperpanjang berdasarkan kesepakatan bersama. Tidak ada jangka waktu pasti untuk investasi sebesar $3 miliar tersebut dan memberikan fleksibilitas dalam implementasinya,” pungkas Erick.