TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Guna mengurangi ketergantungan beras impor, Badan Pangan Nasional (Bapanas) meminta masyarakat melakukan penghematan pangan.
Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy mengatakan, program tersebut dilakukan karena tingginya tingkat sampah makanan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), 30 persen dari seluruh sampah makanan, jika dikonversi, setara dengan menyediakan pangan bagi 60-120 juta penduduk Indonesia.
Jadi kalau kita berhemat, sisa makanan (berkurang) misalnya 20 persen dari 30 persen yang terbuang, Insya Allah kebutuhan beras nasional 31 juta ton (cukup) kata Sarwo Edhy di Hotel Sultan, Batavia, Senin ( 29/7/2024).
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Prof. Ahmadi.
“Kalau benar (terpilih) itu juga memprihatinkan.” Solusinya dengan memberikan edukasi yang baik kepada masyarakat agar tidak mengonsumsi makanan,” ujarnya, Selasa (30/7/2024).
Akhmadi meminta pemerintah dalam hal ini Bapanas yang dipimpin Arief Prasetyo Adi bisa mengurangi jumlah beras dengan memberikan edukasi mengenai pangan alternatif kepada masyarakat. Menurut Akhamadi, Bapanas hanya bisa memperkenalkan produk pangan seperti olahan jagung dan sagu.
“Penting untuk dipatuhi.” Pemikiran ini dimulai dari pengambil kebijakan di pemerintahan perusahaan baru,” kata Ahmadi.
Diakui Akhmadi, ketergantungan impor beras tidak bisa dikurangi jika pangan alternatif tidak bisa menarik perhatian masyarakat. Lebih lanjut, lanjut Akhmadi, ketergantungan masyarakat terhadap beras masih mendominasi.
“Rasio beras, sedangkan ketergantungan negara terhadap beras terlalu dominan atau bahkan pangan belum menarik perhatian masyarakat. Saya kira masalahnya masih menghambat penjumlahan beras,” ujarnya.
Bapanas sebelumnya menyatakan kebutuhan masyarakat Indonesia kini mencapai 2,6 juta ton beras. Jika masyarakat hanya menghemat 20 persen dari total sampah, Indonesia dikatakan mampu menghemat 6 juta ton beras.
“Dengan cara ini bisa memberi makan 60-80 juta orang,” ujarnya.
Menurut dia, dengan menghemat 20 persen, mereka bisa menghentikan impor beras. Sebab, sejauh ini pemerintah telah mengimpor beras sebanyak 2,2 juta ton.
Sarwo Edhy mengatakan, pihaknya kini terus mengimbau masyarakat untuk berhemat pangan. Sebab, berkembangnya food waste bisa membuat pemerintah tidak lagi mengimpor beras.
Artinya kalau bisa menghemat uang, dan bukan pangan, Insya Allah tidak akan diimpor.
Di sisi lain, terpilihnya Bapana merupakan sebuah anomali di antara beredarnya dokumen hasil kajian internal Tim Kajian Aksi Pengadaan Beras Luar Negeri.
Dikatakannya, terdapat permasalahan ketidaksesuaian dan kelengkapan dokumen impor sehingga mengakibatkan adanya pembayaran demurrage atau uang impor beras Bapanas-Bulog yang dilakukan di bea cukai/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Timur.
Karena dokumen palsu dan tidak lengkap serta permasalahan impor lainnya, mengakibatkan biaya demurrage atau dana impor beras Bulog-Bapanas senilai Rp 294,5 miliar. Rinciannya, wilayah Sumut Rp.