Para menteri Jerman pada Rabu (27/06) menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang akan memudahkan proses deportasi orang-orang yang mendukung kegiatan teroris, kata Kementerian Dalam Negeri (Kemendagr) Jerman.
Langkah ini merupakan respons terhadap unggahan kebencian di internet yang mengagung-agungkan serangan Hamas terhadap Israel dan aksi terorisme lainnya. Apa saja perubahan yang diusulkan?
RUU ini akan memungkinkan deportasi orang-orang yang dianggap bersalah bahkan atas satu pelanggaran terorisme. Tidak perlu menuntut seseorang untuk dideportasi.
Tindakan suportif tersebut tidak hanya mencakup postingan konten kebencian di media sosial, namun juga ‘menyukai’ konten kebencian dan menciptakan perilaku positif di platform media sosial seperti YouTube, Instagram, dan TikTok.
Presiden Jerman Olaf Scholz mengatakan dia berencana mengubah undang-undang yang mengizinkan mereka dideportasi ke negara-negara seperti Afghanistan dan Suriah. banyak lainnya.
Mempromosikan dan mengagungkan terorisme adalah “aib bagi para korban, keluarga mereka dan sistem demokrasi kita,” kata Scholz.
Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Fesser juga mendukung perubahan undang-undang tersebut, dengan mengatakan Berlin telah “mengambil tindakan tegas terhadap kejahatan Islam dan xenofobia di luar angkasa”.
Kata Feiser kepada organisasi berita Funke pada Rabu (27/06) menjelang rapat kabinet.
“Mereka yang tidak memiliki paspor Jerman dan mempromosikan kegiatan teroris di sini harus dideportasi sesegera mungkin,” katanya. Masalah kebebasan berpendapat
RUU baru tersebut, yang belum disetujui oleh Majelis Nasional, juga menyatakan bahwa mendorong terorisme dunia maya menciptakan suasana kekerasan yang dapat membuat para ekstremis dan penjahat semakin berani.
Namun, para kritikus berpendapat bahwa undang-undang ini membatasi kebebasan berpendapat. Menurut mereka, tindakan tersebut serupa dengan taktik yang dilakukan pemerintahan sebelumnya.
Clara Bunger, perwakilan Partai Sosialis sayap kiri, mengatakan kepada Majelis Nasional bahwa keputusan tersebut mengakhiri kecemasan.
Bunger juga mengatakan bahwa kekejaman yang menimpa sebagian orang hanya karena mereka menyukainya di media sosial, seperti di Turki dan Rusia, menuai kritik dari politisi Jerman. Dia menambahkan bahwa “tetapi Jerman sendiri telah menangani masalah ini sejak lama.”
Langkah ini dilakukan di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap imigran dan keamanan negara, serta meningkatnya dukungan terhadap partai radikal AfD, yang juga anti-imigran.
Kp/as (AFP, dpa, Reuters)