Mantan penyidik KPK Praswad Nugraha mengatakan, jejak kabur Masiku ditemukan pada 2021, mengarah ke lokasi di luar negeri.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Buronan KPK Harun Masiku hampir ditangkap pada tahun 2021.
Namun penangkapan tersebut gagal karena beberapa penyidik, termasuk Ketua Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani kasus tersebut, diusir akibat dampak Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang tanggalnya ditetapkan secara kontroversial. waktu.
Mantan penyidik KPK Praswad Nugraha mengatakan, jejak kabur Masiku ditemukan pada 2021, mengarah ke lokasi di luar negeri.
Praswad mengatakan, tim yang siap menangkap Haroon Mashiku telah berulang kali mengonfirmasi laporan intelijen.
Penyidik KPK juga meminta izin kepada pimpinan KPK mengingat operasi yang akan dilakukan terjadi di luar wilayah Indonesia.
Namun, saat Praswad dan kawan-kawan melaporkan operasi penangkapan Harun Masiku, KPK tiba-tiba memutuskan menonaktifkan sejumlah pejabat, termasuk peneliti dan penyidik yang terbukti tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Satu jam setelah laporan ini, tiba-tiba terjadi penonaktifan pegawai yang dianggap TWK, padahal masa penerapan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru diubah belum masuk, kata Praswad, Minggu (Juni). 16 Agustus 2024). ) dikutip Kompas.com.
TWK sejak awal memang kontroversial.
Sebab, terjadi konflik antar buruh yang menentang sikap Presiden BPK Firli Bahuri yang saat itu masih menjabat Presiden BPK.
Meski sejumlah pejabat dan kelompok masyarakat sipil menentang penerapan TWK karena dianggap sebagai tipu muslihat untuk mencopot penyidik dan penyidik yang menangani kasus Haroun, Firli tetap bersikeras melanjutkan inisiatif tersebut.
Para pegiat antikorupsi bahkan beberapa kali menggelar aksi protes terhadap pemberlakuan TWK karena dianggap sebagai serangkaian upaya untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca amendemen undang-undang.
Namun keberatan tersebut tidak dihiraukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan tetap melanjutkan TWK.
Alhasil, sejumlah ulama KPK seperti Novel Baswedan Yudi Purnomo dan Praswad dikeluarkan karena tak lolos TWK.
Hal ini memperkuat dugaan bahwa TWK dibentuk untuk menghentikan penyidikan yang sedang berlangsung, salah satunya kasus Haruna Masiku, lanjutnya.
Karena itu, Praswad menilai tidak ada pimpinan KPK yang mau menangkap Harun Masiku. Penjelasan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi
Harun Masiku masuk daftar pencarian orang sejak Januari 2020 terkait kasus dugaan suap terkait pengangkatan anggota DPR RI periode 2019-2024.
Alexander Marvata, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, mengaku pihaknya pernah mengirimkan tim penyidik ke dua negara Asia Tenggara untuk mencari Haroun Masikou.
Dua negara yang dimaksud adalah Malaysia dan Filipina.
“Selama ini di Filipina, kami mengirimkan tim ke Filipina. Kabarnya yang diincar adalah Masjid Marbot di Malaysia. Kami mengirim tim ke sana. Apa artinya ini? Selama empat tahun terakhir sebenarnya iya, berdasarkan informasi yang diterima,” ujarnya, Selasa (12/6/2024).
Alex pun mengklarifikasi pernyataannya terkait janjinya menangkap Haruna Masiku dalam waktu seminggu ke depan.
Pernyataan itu disampaikan Alex usai rapat dengan Komite III DPR pada Selasa, 11 Juni 2024.
Ia menambahkan, pernyataannya bukan sekadar sesumbar.
Alex menjelaskan, pimpinan KPK berharap Harun Masiku segera ditangkap.
“Biarlah penyidik yang bertugas menggeledah. Sebagai kepala suku, kami berharap dapat menangkapnya dalam waktu seminggu atau sesegera mungkin. Begitulah adanya. Kalau saya bilang sekarang, saya harap mereka menangkapnya besok, sama saja kan. Ini harapan kami,” ujarnya. Duduk di kasus Haruna Masiku
Dalam kasus ini, diketahui mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan bersama mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina menerima S$19.000 dan S$38.350 setara Rp600 juta dari Saeful Bahri.
Suap itu diberikan agar Wahyu berusaha meyakinkan KPU agar menyetujui permohonan Harun Masiku sebagai pengganti sementara (PAW) anggota DPR asal Daerah Pemilihan I Sumsel, yakni Riezky Aprilia.
Kasus yang melibatkan Haroun Masikos bermula dari operasi tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 8 Januari 2020.
Selama ini, Satgas KPK menangkap sejumlah orang, termasuk Wahyu Setiawan selaku Komisioner KPU dan orang kepercayaannya, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
Sementara Harun Masiku yang diduga penyuap Wahyu Setiawan tampak menghilang dari muka bumi.
Direktorat Jenderal Imigrasi melaporkan, calon DPR dari PDIP pemilu legislatif 2019 di daerah pemilihan Sumatera Selatan (dapil) I dengan nomor urut 6 tersebut terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020 atau dua hari sebelum dimulainya OTT KPK dan tidak melakukan hal tersebut. tidak kembali.
Pada 16 Januari 2020, Yasonna H. Laoly, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sekaligus politikus PDIP menyatakan Harun belum kembali ke Indonesia.
Bahkan, pemberitaan media dalam negeri menyebutkan Harun kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 dengan disertai rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta.
Setelah maraknya pemberitaan Harun kembali ke Indonesia, pihak imigrasi mengoreksi kabar tersebut dan menyatakan Harun kembali ke Indonesia.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Haruna Masiku sebagai buronan atau buronan sejak 29 Januari 2020.
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com