Tiongkok Kian Agresif di Laut China Selatan, Indonesia Tegaskan Soal Aset dan Hak Berdaulat

Wartawan Tribunnews.com Danang Triatmojo melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kebijakan baru China semakin agresif terhadap kawasan Laut Cina Selatan yang berbatasan dengan Laut Natuna Utara di perairan Indonesia.

Dengan kebijakan baru ini, pihak berwenang Tiongkok memberikan kebebasan kepada agen patroli pantai untuk menangkap orang asing yang berlayar di perairannya dan menahan mereka hingga 60 hari tanpa pengadilan.

Seperti diketahui, Laut Cina Selatan selama ini menjadi pusat perselisihan antara Beijing dan negara-negara Asia Tenggara. Sebab perairan tersebut merupakan salah satu jalur utama perdagangan dunia.

Tiongkok mengklaim 90 persen perairan negaranya.

Terkait dengan kebijakan agresif baru Tiongkok dan potensi gesekan di Laut Natuna Utara yang berbatasan dengan Indonesia, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menegaskan bahwa aset sah Indonesia memiliki hak kedaulatan atas wilayahnya.

Sebab, Laut Natuna Utara merupakan bagian dari aset Indonesia berdasarkan hukum internasional.

“Jika peraturan baru China ini berdampak pada Laut Natuna Utara, tentunya sebagai bagian dari Indonesia yang merupakan bagian dari aset Indonesia menurut hukum internasional, tentunya kami akan menegaskan hak kami atas aset Indonesia, akan mempertahankan hak aset negara. wilayah,” kata Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI, Jumat (19/7/2024), di kantor Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta Pusat.

Sementara itu, pertemuan para menteri luar negeri negara anggota ASEAN di Laos pekan depan akan fokus pada kode etik atau etika bisnis dalam pembahasan Laut Cina Selatan.

Pembahasan ini bukan merupakan perundingan mengenai wilayah atau kerangka waktu, melainkan berfokus pada stabilitas hukum.

“Mengenai Laut Cina Selatan, pertama-tama perlu saya sampaikan bahwa fokus ASEAN adalah menyelesaikan kode etik (code of Conduct). “Setiap negosiasi mengenai wilayah atau time lapse Tidak, tapi yang utama adalah diskusi hukum. Stabilitas,” katanya.

Siddharto menambahkan, perairan tersebut merupakan zona lalu lintas maritim dan internasional. ASEAN sebelumnya telah menyatakan komitmennya untuk memberikan tanggung jawab dan kepemimpinan yang lebih besar terhadap masalah Laut Cina Selatan dan perbatasannya.

“Asia Tenggara merupakan kawasan maritim dan kawasan lalu lintas global, sehingga juga menegaskan komitmen ASEAN untuk mengambil tanggung jawab dan kepemimpinan yang lebih besar,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *