Perkumpulan Pengusaha Kelontong Kritisi PP Kesehatan: Aturan Tidak Jelas, Berdampak Negatif

Laporan dari Denis Destryavan dari Tribunnews.com

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Persatuan Pengusaha Kelontong Indonesia (PERPEKSI) mengecam keras pengaturan tembakau dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 yang telah disahkan Presiden pada 26 Juli. .

Ketua PERPEKSI Junaidi menyatakan, aturan pelarangan penjualan rokok dalam jarak 200 meter dari satuan pendidikan dan taman bermain merupakan aturan yang sangat kabur yang harus diterapkan kepada para pelaku usaha.

Ia menilai aturan ini menjadi masalah besar karena hanya fokus pada pelarangan pengusaha perseorangan.

Perlakuan terbatas terhadap pengecer ini dapat mengakibatkan perlakuan berbeda bagi satu pedagang, dan dampaknya sangat berbeda bagi anggota PERPEKSI di seluruh wilayah.

Selain itu, gerai ritel sebagian besar merupakan usaha mikro dan ultra mikro. Sehingga aturan ini dianggap merugikan rakyat kecil.

“Ini sangat tidak etis. Padahal, sebelum aturan ini ada, banyak toko kelontong dan kios kecil lainnya yang sudah terjual habis. Jaraknya tidak selalu melebihi 200 meter. Bagaimana ini bisa terjadi? Tiba-tiba dilarang?” ujarnya, seperti dikutip Selasa (6/8/2024).

Menurut dia, aturan tersebut tidak etis karena tidak ada kaitan dengan pengusaha dan asosiasi lain yang menjadi korban utama pelarangan tersebut.

Menurutnya, awal munculnya rencana regulasi ini mendapat kecaman dari banyak pihak, tidak hanya pelaku usaha namun juga masyarakat yang merasakan dampaknya.

“Aturan ini jelas berisiko, terutama bagi kios-kios kecil. Persentase penjualan rokok untuk satu warung bisa mencapai 50-80 persen. Ini sangat besar dan produk ini benar-benar merupakan nilai jual. “Bayangkan, kalau aturan ini diberlakukan pasti akan membebani kita,” jelasnya.

Junaidi menegaskan aturan ini memberikan dampak negatif yang signifikan bagi para pedagang.

Ia juga mengingatkan, agar pemerintah segera melihat situasi tersebut karena banyak kios ritel yang sudah lama berjualan di dekat sekolah, bahkan sebelum sekolah itu ada. Suatu aturan menjadi sangat diskriminatif jika aturan tersebut hanya berlaku pada individu saja.

“Saat ini tidak ada penggerebekan atau pelarangan yang dilakukan pemerintah. “Jika pada minggu ini ada pelarangan atau razia, maka situasi akan semrawut dan ramai sehingga menimbulkan permasalahan baru bagi para pedagang,” jelasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *