Diposting oleh reporter Tribunnews.com, Endrapta Pramudhaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Harga jual maksimal (HET) beras medium dan premium dinaikkan.
Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (BAPNAS) membentuk Badan Pangan Nasional (PRBADAN) untuk mengelola peningkatan tersebut.
Perubahan Perbadanun No. 7 Tahun 2023 tentang HET Beras dari Perbadanun No. 5 Tahun 2024, harga beras medium dan beras premium ditetapkan sesuai daerah.
Direktur BIPNAS Arif Prastiv Uday mengatakan, penetapan kebijakan HAT pada beras memperkuat kebijakan relaksasi yang dilakukan pada keputusan direktur BIPNAS sebelumnya.
Keputusan kenaikan HET beras juga diambil di saat Harga Pengadaan Pemerintah (HPP) beras dan padi mengalami kenaikan.
Arif menegaskan, proses penetapan HET beras telah menemui perbedaan pendapat, diskusi, dan ide dari berbagai pemangku kepentingan.
“Kami kaji dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk dampak inflasi,” kata Arif dalam keterangan tertulisnya, Minggu (9/6/2024).
Berdasarkan kebijakan tersebut, pemerintah telah menyiapkan HET beras di suatu kabupaten.
Untuk wilayah Jawa, Lampung, dan Sumsel, HET beras medium sebesar Rp12.500 per kg (kg) dan HET beras premium sebesar Rp14.900 per kg.
Di wilayah Asia, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Kepri, Jambi, dan Pulau Bangka Beltung, HET beras medium sebesar Rp13.100 per kg dan HET beras premium sebesar Rp15.400 per kg.
Untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara Barat, HAT beras medium Rp 12.500 per kg dan HAT beras premium Rp 14.900 per kg.
Di wilayah Nusa Tenggara Timur, HET beras medium Rp 13.100 per kg dan HET beras premium Rp 15.400 per kg.
Untuk wilayah Sulawesi, HAT beras medium Rp 12.500 per kg dan HAT beras premium Rp 14.900 per kg.
Berikutnya untuk wilayah Kalimantan, HET beras medium Rp 13.100 per kg dan HET beras premium Rp 15.400 per kg.
Wilayah Maluku, HET beras medium Rp 13.500 per kg dan beras premium HET 15.800 per kg.
Terakhir di wilayah Papua, HET beras medium sebesar Rp13.500 per kg dan HET beras premium sebesar Rp15.800 per kg.
Deflasi
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia mengalami kontraksi sebesar 0,03 persen pada Mei 2024 secara bulanan atau year-on-month (MtM).
Ini merupakan yang pertama kalinya pada tahun 2024 dan pertama kalinya sejak Agustus 2023.
Tingkat inflasi harga tetap (berbagai jenis bahan makanan) memberikan sumbangan inflasi yang paling besar yaitu sebesar 0,69 persen dan 0,12 persen.
Makanan penting yang mengurangi risiko alergi makanan antara lain nasi, ayam ras, tomat, dan paprika merah.
Nasi berkurang 0,15%, ayam murni 0,03%, tomat 0,02%, dan cabai merah 0,02%.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Bipnas Arif Prastiv Uday menilai hal tersebut merupakan hasil kerja sama Kementerian/Lembaga (K/L) dalam pengendalian inflasi.
Arif mengatakan melalui berbagai upaya menjaga kestabilan K/A pangan menjadi salah satu kunci pengendalian laju inflasi sesuai target pemerintah sebesar 2,5 persen atau minus 1 persen pada Mei 2024.
Data BPS menunjukkan inflasi Tanah Air meningkat secara tahunan (year-on-year/year) dari 3,00 persen pada April 2024 menjadi 2,84 persen pada Mei 2024.
Kesepakatan bersama bisa kita lihat dengan menyatukan pemerintah daerah, organisasi, dan pemangku kepentingan dengan Kementerian Dalam Negeri dengan melakukan pemantauan dan peninjauan setiap minggunya, kata Arif, dalam keterangannya, Selasa (4/6/2024).
Arif mengatakan Bipnas berkomitmen menjaga keberlanjutan pangan dan menjamin kecukupan pangan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Selain itu, kata Arif, bukan hanya rendahnya harga terkait konsumen saja yang membuat pemerintah khawatir.
Selain itu, kesehatan produsen, seperti petani, juga menjadi perhatian pemerintah.
Hal ini karena biaya energi berkaitan dengan biaya keamanan.
“Salah satu indikator yang bisa dilihat adalah Nilai Tukar Investor (NTP), dan berdasarkan laporan BPS Mei 2023, NTP masih terjaga di atas 100 poin meski turun dibandingkan bulan lalu,” kata Arif.
Ia mengatakan, kebijakan penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah/beras dan harga jual maksimum (HET) gabah merupakan keseimbangan antara naik dan turunnya harga.
“Memang tidak mudah, namun ini merupakan tantangan yang harus kita hadapi bersama dengan menggandeng seluruh pemangku kepentingan,” pungkas Arif.