Pendapatan dan Pembiayaan Partai Politik Jadi Sorotan, Pengamat Nilai Perlunya Dilakukan Audit

Laporan Jurnalis Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menyoroti pembiayaan dan pendapatan partai politik yang cenderung tertutup.

Oleh karena itu, menurutnya perlu adanya peninjauan kembali agar tidak terjadi korupsi di partai politik.

“Biaya politik kita yang tinggi merupakan konsekuensi dan lumrah dalam menjaga hak-hak masyarakat dan persaingan terbuka. Artinya biaya yang dikeluarkan sebanding dengan pengaruh demokrasi,” kata Dedi, Minggu (30 Juni 2024).

Ia menjelaskan, permasalahan sebenarnya bukanlah mahalnya biaya politik, melainkan pendapatan partai politik dan pembiayaan partai politik yang tertutup dan korup.

Tanpa kewajiban audit, menurutnya, partai politik bebas mencari pendanaan dari sumber mana pun termasuk pendapatan yang diperoleh melalui suap dari jajarannya.

Untuk itu, ia meyakini pendanaan yang dibebankan pada APBN bisa menjadi solusi menghindari korupsi partai politik.

“Partai politik tidak bisa menolak audit dengan memungut biaya dari APBN. Dan wacana tersebut ditolak oleh parpol dengan penjelasan tidak ingin membebani negara, namun nyatanya negara tetap memberikan sumbangan dalam bentuk hibah, itu salah, tegasnya.

Diketahui, dugaan korupsi kader partai politik terungkap dalam sidang Pengadilan Tipikor di Jakarta.

Disebut-sebut, Rp 850 juta dari Kementerian Pertanian (Kementan) masuk ke Partai NasDem.

Informasi tersebut diungkapkan anak buah SYL, Kepala Biro Pengadaan Umum Setjen Kementerian Pertanian, Sukim Supandi yang menjadi saksi dalam konferensi SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/05/2024). . ). ).

Sukim menjelaskan, pengumpulan uang tersebut atas permintaan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) melalui Staf Khususnya yang juga kader Partai Nasdem.

Staf khusus yang terlibat, Joice Triatman, meminta bantuan dana melalui Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyon.

Permintaan Pak Kasdi juga untuk melunasi uang dengan Bu Joice sekitar Rp 850 (juta), Yang Mulia, kata Sukim di persidangan.

Sukim mengaku belum mengetahui secara spesifik penggunaan uang Rp 850 juta itu.

Sukim hanya menjelaskan, uang tersebut diterima staf khususnya dengan kwitansi berlogo Partai NasDem.

“Jadi (saya lihat) setelah 2 minggu, uang ini bagaimana? Saya tanya ke petugas Bu Jois, ‘Nyonya, uang ini untuk apa?’ Lalu pendaftar WA, ada tanda terima dari Nasdem, Tuanku, jelas Sukim.

Usai mendengarkan keterangan saksi, hakim ketua langsung meminta jaksa KPK menunjukkan bukti pembayaran di layar proyektor di persidangan.

Hakim juga menunjukkan kuitansi yang diduga berlogo Partai Nasdem.

Belakangan terungkap, uang itu berasal dari pembagian antar Eselon I Kementerian Pertanian.

Jadi uangnya Pak Ketua, dibagikan lagi ke Eselon I, Pak Kasdi telepon Eselon I, tunggu saja malam ini. Dikumpulkan dalam 3 tahap, jelas saksi lainnya, Joice.

Terkait dugaan uang tersebut untuk keperluan pemilu, saksi Sukim mengaku tidak mengetahuinya.

“Uang 850 juta itu dipakai untuk apa? Untuk partai, untuk pemilu, kampanye atau apa?” tanya Ketua Hakim Rianto Adam Pontoh.

“Saya tidak tahu, Yang Mulia,” jawab saksi Sukim.

“(Tentang tahun) 2023?” tanya hakim lagi.

“Ya,” jawab Sukim.

Sementara itu, berdasarkan keterangan Joyce dalam sidang yang digelar Senin (27/05/2024), ia mengaku SYL diinstruksikan untuk berkoordinasi dengan Sekjen Kementerian Pertanian terkait pendanaan kegiatan Nasdem.

“Mendanai acara di Partai Nasdem untuk penyerahan formulir calon DPR RI ke gedung KPU.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *