4 Fakta Sindikat Uang Palsu Rp 22 M di Jakbar: Mau Ditukar ke BI hingga Ditemukan Mobil TNI di TKP

TRIBUNNEWS.COM – Polisi berhasil menangkap sindikat uang palsu senilai Rp 22 miliar di Srengseng Raya, Jakarta Barat.

Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya telah menetapkan empat orang tersangka, yakni berinisial M, YA, FF, dan F.

Namun empat tersangka lagi masih buron, yakni Y sebagai pemilik kantor, I sebagai operator percetakan, serta P dan A sebagai pembeli uang palsu tersebut.

Dalam keterangannya, Polda Metro Jaya membeberkan fakta mulai dari niat memalsukan uang hingga ditemukannya kendaraan bernomor TNI (TCP) di TKP. Pencetak uang mendapat penghasilan Rp 1 juta per hari dan bonus Rp 100 juta jika bisa menjual ke pembeli.

Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra mengungkapkan, saya digaji Rp 1 juta per hari sebagai operator mesin cetak uang palsu.

Namun, jika ia berhasil menjual uang palsu yang dicetak tersebut, ia akan mendapat bonus hingga Rp 100 juta.

Pembeli uang P, ia memesan uang asli Rp 22 miliar Rp 5,5 miliar dalam bentuk uang palsu.

“Seseorang yang bekerja sebagai operator mesin cetak GTO atau orang yang menjalankan mesin cetak uang palsu, memperoleh penghasilan Rp 1 juta per hari.”

“Bonus transaksi Rp 100 juta. Selain mengelola mesin cetak GTO, Saudara I juga berperan dalam penghematan, kata Vira. Uang palsu mau ditukar dengan uang asli di BI

Wira juga mengungkapkan pihaknya berencana menukarkan uang palsu yang diproduksi Bank Indonesia (BI) dengan uang asli.

Menurut dia, sebenarnya uang yang ditukarkan adalah uang yang akan dibuang atau dimusnahkan oleh BI.

“Uang palsu yang dihasilkan para tersangka nantinya akan dijadikan bahan penukaran mata uang yang akan dibuang oleh Bank Indonesia.”

Artinya, uang palsu tersebut nantinya akan digunakan sebagai pengganti uang asli yang dimiliki Bank Indonesia, kata Wira.

Mulanya, P yang merupakan pembeli uang palsu memesan uang palsu senilai Rp 22 miliar kepada tersangka M yang ditangkap pada April 2024.

Ia membeli uang palsu senilai Rp 5,5 miliar.

“Tersangka mengeluarkan uang pecahan 100.000 rupiah palsu senilai Rp 22 Miliar karena mendapat pesanan dari pria bernama Saudara P (DPO) asal Jakarta yang dijanjikan 1 triwulan dan Rp 5,5 Miliar setelah Idul Fitri.” – kata Vira.

Bermodal Rp 300 juta, M mengiyakan permintaan P untuk melakukan pemalsuan.

Soal lokasi produksi, Weera mengatakan para tersangka beberapa kali berpindah-pindah dari Gunung Putri, Bogor, lalu ke Sukabumi di Jawa Barat.

Setelah itu, lanjutnya, tempat produksi dipindahkan ke Srengseng Raya, Jakarta Barat sebelum tahap pemalsuan selesai.

Namun, sebelum uang palsu tersebut dijual kepada P., polisi berhasil menangkap para tersangka.

Sedangkan P menunggu hingga bank buka untuk mengirimkan uang palsu tersebut.

“Uang tersebut kemudian dibawa dari Villa Sukaraja, Sukabumi menuju Jakarta dan sesampainya di sana digunakan untuk memotong dan mengemas uang palsu tersebut dan rencananya akan diserahkan setelah Idul Adha.”

Sedangkan P menunggu banknya buka dan akan menerima Rp 5,5 miliar, jelas Vira. 1.000 sampel diverifikasi BI, tanpa uang sungguhan. Kehadiran uang palsu (upal) senilai Rp 22 miliar diketahui Polda Metro Jaya melalui penangkapan tiga tersangka di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat. (Dok. Polda Metro Jaya)

Polda Metro Jaya menyerahkan 1.000 sampel uang palsu ke Bank Indonesia (BI) usai penggerebekan di Kembangan, Jakarta Barat.

Agus Susanto Pratomo, Direktur Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, mengatakan sampel tersebut diberikan untuk memverifikasi keaslian uang tersebut.

“Pada tanggal 19 Juni 2024, Polda Metro Jaya mengirimkan sampel uang yang dipermasalahkan yakni sebanyak 1.000 lembar ke Bank Indonesia,” kata Agus dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jumat (21 Juni 2024).

Usai dilakukan pemeriksaan, Agus memastikan dari ribuan sampel yang diserahkan polisi, tidak ditemukan satu pun uang asli.

Agus melanjutkan, membeberkan secara detail bagian mana saja dari sampel yang ditunjukkan pihaknya yang palsu.

“Penyidikan Pusat Analisis Uang Palsu BI dan Bank Indonesia menunjukkan tidak semua sampel yang diberikan adalah uang asli,” jelasnya.

Terkait kasus ini, Agus mewanti-wanti masyarakat mewaspadai peningkatan jumlah uang palsu.

Agus menjelaskan, salah satu metode yang bisa digunakan masyarakat adalah metode 3D yaitu melihat, menyentuh, dan melihat.

Atau dengan alat sederhana yaitu sinar UV atau kaca pembesar, tutupnya. Di tempat pembuatan uang palsu tersebut terdapat mobil model TNI milik pensiunan tersebut

Dalam penggerebekan tersebut, diketahui juga ditemukan satu unit mobil model TNI di TKP.

Sementara itu, Kapendam Jaya Kolonel Inf Deki Rayu Syah Putra mengaku mobil tersebut milik pihaknya dan disimpan oleh purnawirawan TNI.

Namun, menurut Deki, purnawirawan TNI tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan kasus tersebut karena mobil tersebut dipinjam dari salah satu anggota keluarga dan tersangkanya adalah F.F.

Hilux berplat TNI yang ditemukan sebenarnya milik Kodam Jaya.

Mobil tersebut bisa berada di TKP karena dipinjam dari keluarga salah satu tersangka yaitu FF. Setelah itu mobil diparkir di garasi dekat TKP,” ujarnya merujuk Kompas.com.

Deki mengidentifikasi pemilik mobil tersebut adalah purnawirawan Kolonel TNI ChB R. Jarot.

Dia, menurut Deki, sudah pensiun sejak 2021.

Akibatnya, plat nomor TNI yang menempel pada mobil tersebut menjadi tidak berlaku.

Di sisi lain, Deki menambahkan, Jaroth hanya mengetahui FF membawa mobil tersebut untuk berkunjung.

“Mobil itu dibawa untuk berkunjung (FF), tidak diketahui tujuannya diambil. Saat ini kami masih melakukan penyelidikan mendalam, kata Deci.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Fahmi Ramadhan)(Kompas.com/Dzaky Nurcahyo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *