Kementerian ESDM Sebut Ada Anomali Daerah yang Kaya Akan Tambang, Tapi Angka Kemiskinan Tinggi

Laporan reporter Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) mengumumkan penyelewengan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang seharusnya menyejahterakan masyarakat harus segera dihentikan.

Staf ahli tersebut menyampaikan kepada Menteri ESDM agar dilakukan perencanaan pengelolaan sumber daya alam yang tepat sehingga dapat membawa kesejahteraan dan mengubah perekonomian daerah.

Faktanya, bukan hanya aktivitas ilegal saja yang memberikan dampak buruk bagi kita.

Berdasarkan hasil pembahasan Kementerian ESDM dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dipastikan terdapat permasalahan pengelolaan sumber daya alam di banyak daerah kaya sumber daya alam di Indonesia. , tingkat kemiskinan tertinggi salah satunya di provinsi Sumatera Selatan,” kata Idris dalam keterangannya, Senin (22/7/2024).

Menurut Idris, diperlukan upaya penuh dan berkelanjutan dari berbagai kalangan untuk mencegah permasalahan pengelolaan sumber daya alam tersebut.

Ya, ini termasuk pemerintah, pelaku bisnis, masyarakat sipil, dan akademisi.

“Pekerjaan rumah kita bersama untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah apakah pengelolaan sumber daya alam sudah sesuai dengan tujuan Pasal 33 UUD 1945 yaitu untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat,” jelas Idris.

Ia mengungkapkan, Provinsi Sumsel memiliki cadangan batu bara terbesar kedua di Indonesia dengan jumlah batu bara 9,3 miliar ton, dan produksi batu bara sebesar 104,68 juta ton pada tahun 2023.

Menurut Idris, salah satu penyebab permasalahan ini adalah banyaknya tambang tidak berizin di Provinsi Sumsel yang mencari keuntungan cepat tanpa memperhatikan undang-undang dan sertifikasi yang baik.

“Provinsi Sumsel merupakan salah satu wilayah PETI (penambangan tanpa izin) terbesar di Indonesia. PETI merupakan tindak pidana di luar KUHP yang mempunyai ancaman pidana dan pertambangan di sektor minerba,” kata Sihithe.

Ia berharap penegak hukum seperti jaksa perlu memperbaiki metode pelaporan kasus PETI.

Untuk membandingkan dampak kerugian negara, Sihite mengatakan Kementerian ESDM berwenang menunjukkan data, pengukuran, dan penjelasan yang dipublikasikan untuk menunjukkan bahwa kerugian negara benar-benar terjadi, bukan sekadar perbandingan.

Ia yang juga berlatar belakang pengacara, mengimbau para pengacara mengubah cara penyajian perkara dengan mengubah penyajian perkara dari bawah dan memutus rantai pasok dari pengguna dalam legalisasi.

Mengejar informasi keuangan dengan menggabungkan tanggung jawab dan wewenang AML (Anti-Money Laundering) dan departemen lainnya.

“Langkah-langkah hukum non-kriminal lainnya, baik secara tambahan maupun terpisah, mereproduksi kegagalan negara dan ‘memaksa’ penjahat untuk patuh (khususnya soal penguburan saya),” pungkas Idris.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *