Laporan reporter Tribunnews.com Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Astindo) dan penyedia teknologi keuangan digital menekankan pentingnya digitalisasi untuk mengurangi penipuan.
Mengubah transaksi pembayaran manual menjadi digital merupakan proses yang tidak bisa dihindari.
Sekretaris Jenderal Astindo Jeffry Darjanto mengatakan rata-rata pengusaha perjalanan menganut digitalisasi. Sebab, penggunaan transaksi digital lebih efisien sehingga mencegah penipuan.
“Hal ini dapat mencegah terjadinya penipuan atau penipuan, apalagi jika risikonya tinggi jika menggunakan pembayaran tunai,” kata Jeffry saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (1/8/2024).
Saat ini bank atau penyedia jasa keuangan digital sedang gencar mendorong nasabahnya untuk melakukan transaksi digital. Hal ini juga mendorong para pengusaha di bidang pariwisata untuk menggunakan transaksi digital, termasuk QRRIS.
“QRIS juga sangat berguna, namun dengan batasan nilai tertentu. Sekali lagi, tergantung program perbankan yang tersedia, nasabah cenderung memanfaatkan QRIS secara maksimal, apalagi jika ada promosi atau diskon atau penipuan tertentu,” kata Jeffry.
Data Astindo menunjukkan kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Surabaya, dan Makassar mulai melihat adopsi transaksi digital secara massal. Di kota-kota tersebut, kata Jeffry, penggunaan QRIS sudah mencapai lebih dari 30 persen.
Namun Astindo memberikan catatan mengenai transaksi digital, yaitu pengurangan biaya yang ada atau diskon administrasi dapat dipertimbangkan, karena mempengaruhi margin pengusaha.
“Anggota kami pasti akan menjual ke pelanggan tanpa biaya tambahan dan biaya administrasi pasti ditanggung pengusaha,” kata Jeffry.
Selain itu, meski transaksi digital mulai tumbuh, namun menurutnya hal tersebut patut menjadi perhatian para nasabah di sektor atau pasar tertentu yang masih belum paham dan belum memanfaatkan digitalisasi.
“Anggota kami sebagai agen perjalanan resmi terus memberikan pelayanan terbaik dengan berbagai solusi pembayaran dan tentunya hal ini tidak menimbulkan ketidaknyamanan bagi pelanggan,” tambah Jeffry.
Indra, praktisi sekaligus General Manager perusahaan jasa teknologi digital PT Trans Digital Cemerlang (TDC), mengutip pernyataan BI bahwa QRIS memiliki standar nasional yang mengacu pada fitur keamanan internasional.
Artinya dari segi keamanan tentu ada jaminan pencegahan penipuan. “Tapi seperti yang dikatakan BI, semua pengawasan ini adalah tanggung jawab bersama, baik penyedia maupun pengguna,” kata Indra mengutip ucapan Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta pada Juni lalu.
Indra juga memastikan BI bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dan Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP) yang menaungi perusahaannya selalu melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada merchant mengenai keamanan transaksi QRIS.
Misalnya, inovasi perusahaan pada produk Posku Lite untuk pembayaran melalui QRIS kepada komunitas UMKM antara lain memberikan insentif bantuan pendidikan keuangan, workshop dan seminar pemasaran digital, serta insentif kemitraan lainnya.
Beberapa diantaranya menggandeng komunitas Tamado Group di Sumatera untuk menjangkau UMKM di Pematang Siantar, Kabupaten Samosir, Aceh, Bali dan beberapa tempat lainnya.
PT TDC juga berkolaborasi dengan Forum Kewirausahaan Pemuda (FKP) Banten Bersama dan ABC Esport untuk mengakselerasi pertumbuhan transaksi digital di Provinsi Banten melalui kegiatan ABC Esport Tour.
“Hal ini merupakan bagian dari kampanye kami untuk mendukung Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dicanangkan Bank Indonesia pada tahun 2014,” lanjut Indra.
Dalam kesempatan tersebut, Indra mengusulkan agar perusahaan penyedia bantuan keuangan dan konsultasi digital memiliki ISO 9001:2015 untuk manajemen mutu, ISO 37001:2016 untuk sistem manajemen anti suap, dan ISO 27001:2022 untuk sistem keamanan informasi.
“Bentuk sederhana penerapan ISO adalah respon cepat terhadap data pengguna (merchant) dari berbagai saluran informasi. ISO ini juga sebagai pertahanan diri terhadap kemungkinan kebocoran data,” imbuhnya.