Laporan reporter Tribunnews.com Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyatakan inflasi pangan sudah mulai terkendali mendekati target pemerintah sebesar 2,5±1 persen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), beras, cabai rawit, dan cabai merah mendominasi sejak Juli 2024 sebesar 3,63 persen dari sebelumnya sebesar 5,96 persen.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, capaian Juli 2024 menunjukkan tingkat inflasi pangan sudah menurun dan terkendali, karena masih dalam kisaran sasaran 2,5±1 persen.
“Mengelola inflasi volatil food merupakan tugas kita di Badan Pangan Nasional,” ujarnya, Minggu (4/8/2024).
Arief menjelaskan, perubahan pangan pada Juli setiap tahunnya sebesar 3,63 persen sudah mulai mendekati target inflasi pemerintah sebesar 2,5 persen plus minus 1 persen.
“Perlahan-lahan kami terus menekan dengan peningkatan pasokan dan program intervensi ke pasar,” jelas Arief.
Dibandingkan dengan bulan Maret lalu, perubahan pangan setiap tahunnya cukup tinggi, namun bulanannya cukup baik. Arief meyakini inflasi pangan akan terus membaik.
Dilihat secara bulanan, komponen variabel inflasi masih berada dalam kondisi deflasi. BPS mencatat angka deflasi sebesar 1,92 persen dengan porsi 0,32 persen.
Bahan pangan yang mendominasi antara lain bawang merah, cabai merah, tomat, daging ayam murni, bawang putih, dan telur ayam murni. Tren deflasi bulanan yang bersifat siklis ini belum tentu menunjukkan adanya depresiasi daya beli masyarakat.
Menurut Arief, ia sependapat dengan Kepala BPS Amalia Adinggar Widyasanti yang mengatakan deflasi bukan satu-satunya indikator penurunan daya beli masyarakat. Deflasi juga bisa terjadi karena pasokan cukup melimpah, namun permintaan tetap sama.
“Kita lihat misalnya pergerakan inflasi beras, dari bulan April terjadi deflasi hingga 2,72 persen. Kemudian di bulan Mei juga terjadi deflasi sebesar 3,59 persen. Hal ini lebih disebabkan karena produksi pada bulan-bulan tersebut berada pada kisaran 3,59 persen. Sedangkan kebutuhan beras masyarakat cenderung sama,” tambah Arief.
Terkait dengan hal tersebut, berdasarkan Kerangka Contoh Wilayah BPS, produksi beras akan mencapai puncaknya pada April 2024 sebesar 5,31 juta ton. Pada Mei 2024, produksi beras diperkirakan sebesar 3,61 juta ton dan menurun pada Juni 2024 menjadi 2,06 juta ton.
Namun pada Juli hingga September 2024 produksi diperkirakan meningkat menjadi 2,18 juta ton, kemudian masing-masing 2,66 juta ton dan 2,96 juta ton.
“Pada bulan Juli, beras kembali mengalami inflasi. Untuk itu, memang tepat langkah pemerintah untuk kembali menyalurkan bantuan pangan beras pada awal Agustus. Bulog juga mempunyai tugas tambahan untuk menyerap 600 ribu ton beras yang diproduksi secara nasional. hingga akhir tahun, untuk memperkuat program intervensi yang akan terus dilaksanakan,” kata Ketua NFA Arief Prasetyo Adi.
Pemerintah bersama Perum Bulog terus melaksanakan Program Stabilisasi Harga dan Stabilisasi Harga Beras (SPHP).
Pada akhir Juli, realisasi SPHP beras mencapai 922.000 ton dengan saluran penjualan ke pengecer, distributor, pemerintah daerah, BUMN dan lain-lain.