Diposting oleh reporter Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Reserse Kriminal (KPK) pada Rabu (8/5/2024) menghentikan penyidikan terhadap Direktur Jenderal DPR Muhammad Azis Syamsudin.
Pasalnya Azis Syamsudin hilang dari laporan tim penyidik KPK.
“Pak Azis Syamsudin, sampai siang ini (sebelumnya) belum ada keterangan dari penyidik,” kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (9/5/2024).
Azis Syamsudin patut diperiksa kemampuannya memberikan kesaksian dalam kasus dugaan korupsi pungli atau pungutan liar (pungli) di Rutan Cabang KPK.
Azis diketahui ditangkap terkait kasus di KPK karena menyuap penyidik KPK.
Politisi Partai Golkar itu masih menjadi tahanan di penjara KPK. Namun Azis sudah dilepas secara gratis sejak September 2023.
Bareskrim sudah memperingatkan Azis Syamsudin agar kooperatif dalam pemanggilan berikutnya.
“Jadi kami juga ingin mengingatkan yang bersangkutan untuk datang pada panggilan berikutnya yang kami kirimkan, karena keterangan yang bersangkutan sangat penting, agar pembuatan informasi di Rutan Cabang KPK lengkap dan jelas,” kata Ali.
“Karena kami sangat ingin dan mempunyai komitmen bahwa kami bermaksud untuk memberantas korupsi yang sebenarnya ada di Rutan Cabang KPK, sehingga kita dapat melihat titik-titik lemah sistem yang perlu kita perbaiki. perbaiki manajemen Rutan Cabang KPK dan .Pertanyaan,” tambahnya.
Soal waktu kepulangan Azis Syamsudin, Ali masih belum bisa memastikan. Kemungkinan Azis akan kembali pada pekan depan.
“Tidak minggu ini. Mungkin minggu depan,” kata Ali.
Diketahui, Badan Reserse Kriminal (KPK) tengah mengusut dugaan korupsi pungli di penjara dan telah menetapkan 15 tersangka, termasuk Kepala Lapas Achmad Fauzi.
Achmad Fauzi dkk diperkirakan terpaksa mengisi tambahan tempat di rutan bagi narapidana.
Besaran pungutan liar mencapai Rp 6,3 miliar pada periode 2019-2023.
Uang tersebut dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan pekerjaannya.
Achmad Fauzi menerima setoran rutin sekitar Rp 10 juta setiap bulannya.
Salah satu cara pemerasan adalah dengan menyelundupkan ponsel ke dalam penjara dan menyewa tagihan listrik. Ada pula program yang membocorkan informasi penyidikan di Lapas KPK.
Jadi para napi yang membawa gawai atau rokok bisa pergi duluan sebelum penyerangan.
Atas perbuatannya, terdakwa dianggap melanggar Pasal 12 Huruf e KUHP dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.