TRIBUNNEWS.COM – Bagi sebagian orang, monosodium glutamat atau MSG merupakan salah satu bahan masakan yang sering mereka hindari. Pasalnya, reputasi buruk MSG atau mycin diyakini dapat berdampak buruk bagi kesehatan.
Faktanya, informasi negatif yang beredar di dunia nyata tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat.
Perlu diketahui bahwa MSG merupakan penambah rasa berbentuk kristal berwarna putih yang terbuat dari ekstrak bahan alami (cane molasses) kemudian difermentasi.
Kementerian Kesehatan menjelaskan, ada 3 zat dalam MSG, yakni asam glutamat 78 persen, natrium 12 persen, dan air 10 persen. Jadi zat utamanya adalah asam glutamat, yaitu asam amino yang tidak berbeda dengan makanan alami sehari-hari seperti tomat, keju, daging, dll.
Lantas mengapa masyarakat mempunyai citra buruk terhadap MSG?
Diketahui, citra buruk MSG rupanya terkait dengan laporan tahun 1968 di New England Journal of Medicine yang dikenal dengan Chinese Restaurant Syndrome (CRS). Perlu diketahui bahwa kasus laporan tersebut bukanlah penelitian, melainkan surat kepada redaksi.
Penulis surat tersebut, Robert Ho Man Kwok, mengeluhkan gejala yang dialaminya setelah makan makanan Tiongkok dan menghubungkannya dengan MSG. Gejalanya meliputi mati rasa, kelemahan, dan peningkatan detak jantung.
Sejak itu, MSG menjadi sorotan dan surat kabar tersebut menerima banyak surat. Beberapa setuju dengan Dr. Wait, yang lain mengejek gagasan tersebut, dan yang lain memposting studi kasus yang dibuat-buat untuk bersenang-senang.
Meski belum ada bukti ilmiah yang kuat, namun laporan ini sudah beredar luas dan menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Akibatnya, MSG menjadi “kambing hitam” atas berbagai permasalahan kesehatan tanpa bukti yang jelas.
Faktanya, MSG aman dikonsumsi
Berdasarkan penelitian komprehensif, berbagai lembaga kesehatan terkemuka di dunia seperti WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), FDA (Food and Drug Administration) dan EFSA (European Food Safety Authority) telah menyatakan bahwa MSG boleh dikonsumsi dalam batas wajar.
Sekadar informasi, WHO menyatakan asupan harian MSG yang dapat diterima tubuh manusia adalah 0-120 mg/kgBB.
Selain aman dikonsumsi, penggunaan MSG dalam masakan juga menciptakan sensasi umami yang unik dan istimewa. Umami adalah rasa gurih yang kompleks dan kaya yang berbeda dari rasa gurih dan asin pada umumnya.
Rasanya sering digambarkan sebagai “lezat”, “lezat” atau “penuh rasa”. Rasa umami yang berkembang dikatakan dapat mengurangi asupan garam berlebihan yang merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular.
Penting juga untuk memilih produk MSG yang berkualitas, seperti Sasa MSG yang terbuat dari bahan pangan nabati alami dengan proses fermentasi 100 persen molase tebu pilihan.
Produk Sasa MSG bersertifikat BPOM, bersertifikat Halal, bersertifikat WHO dan FDA sehingga aman dan layak dikonsumsi halal. Terlebih lagi, bumbu yang nikmat dan penambah rasa ini juga mudah larut dan cocok untuk berbagai masakan.
Dengan dosis yang tepat dan pemilihan produk yang berkualitas, penggunaan MSG dalam masakan dapat memberikan rasa yang nikmat sehingga meningkatkan nafsu makan dan meningkatkan asupan nutrisi yang tepat.
Oleh karena itu, Anda tidak perlu lagi khawatir untuk menambahkan MSG saat memasak, karena reputasi buruk MSG sebenarnya tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat.