TRIBUNNEWS.COM , JAKARTA – Ombudsman RI menemukan berbagai bentuk penipuan baru terkait Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2024/2025 di 10 provinsi.
Penipuan yang dilakukan berkisar dari pemalsuan Kartu Keluarga (KK) hingga diskriminasi.
Andraza Marzuki Reyes, anggota Ombudsman RI, mengatakan ada kendala signifikan dalam pelaksanaan PPDB di beberapa daerah di Tanah Air.
“Ini hal-hal yang cukup menonjol, kalau ditanya saya, apakah tidak ada di semua provinsi? Memang ada, tapi cukup menonjol karena ada masalah klasik lainnya,” kata Andraza dalam konferensi pers di kantor Ombudsman. kata Andraza saat jumpa pers di kantor Ombudsman, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (5/7/2024).
Apa bentuk penipuan baru yang diungkap ombudsman terkait penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2024/2025? 1. Dokumen asli tapi palsu
Andreza menjelaskan, ada sejumlah temuan terkait PPDB, salah satunya terkait jalur menuju kesuksesan.
Dalam perjalanannya, kata Andraza, ada beberapa peserta PPDB yang menyimpang dari metodologi dibandingkan jalan menuju kesuksesan.
Permasalahan tersebut ditemukan di kawasan Pelembang, Sumatera Selatan.
“Kenapa? Karena banyak yang pakai sertifikat aspal. Asli, tapi palsu. Sertifikat itu dikeluarkan baik oleh instansi pemerintah atau gelanggang olah raga. Sengaja dibuat, meski tidak akan pernah berhasil. Tidak pernah digugat.” dia berkata.
Andraza menjelaskan implikasi temuan setidaknya ada 911 siswa yang harus didiskualifikasi dari PPDB tingkat SMA karena isu Pathway to Success. 2. Diskriminasi terhadap peserta PPDB
Masalah lain yang ditemukan ombudsman adalah adanya unsur diskriminasi terhadap peserta PPDB yang dilakukan pihak sekolah.
Dalam hal ini, nilai tahfidz lazim dimasukkan sebagai syarat masuk sekolah menengah umum (SMA).
“Itu diskriminasi karena tidak semua siswa beragama Islam,” kata Andraza. 3. Penanganan dokumen
Selanjutnya, persoalan penanganan dokumen saat menggunakan jalur zona dalam PPDB.
Menurut dia, permasalahan yang terjadi sama seperti tahun lalu.
Ia mengatakan, masih banyak yang memindahkan anaknya ke negara keluarga lain dengan memiliki Kartu Keluarga (KK). Ada yang memalsukan KK-nya.
Hal ini diketahui Ombudsman wilayah Yogyakarta, beberapa siswa menggunakan Kartu Keluarga (KK) palsu untuk masuk ke sekolah pilihannya.
“Masih sama seperti tahun lalu, ternyata masih banyak masyarakat yang menyerahkan kartu keluarganya dengan status perkawinan lain lalu curiga itu kartu keluarganya,” ujarnya. Anggota Ombudsman RI Indira Marzuki Reyes pada Jumat (5/7/2024) menggelar konferensi pers mengenai hasil sementara pelaksanaan PPDB tahun 2024-2025 di Kantor Ombudsman RI Setia Bodi, Jakarta Selatan (Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan ) ) 4. Sekolah Menengah Fiktif
Permasalahan PPDB juga terjadi di Bali.
Ombudsman menemukan bahwa jalur verifikasi telah disalahgunakan di provinsi tersebut dengan meningkatkan jumlah sekolah menengah “palsu”.
Dikatakannya, Dinas Pendidikan Bali sebenarnya mempunyai tujuan yang baik, yakni meningkatkan daya tampung sekolah menengah.
Namun gedung SMA-nya belum ada sehingga menimbulkan permasalahan.
“Jadi mereka bergabung dengan SMA lain. Ini menjadi seruan asosiasi SMA swasta. ‘Kenapa kami tidak dilibatkan? Kenapa kami perlu membangun lebih banyak sekolah seperti ini?’ “Akhirnya diselesaikan oleh pihak jurusan, antara pihak jurusan dan pihak sekolah swasta,” ujarnya 5. Penambahan rombongan belajar
Di Maluku Utara, ombudsman menemukan kelompok belajar lain dengan merelokasi laboratorium.
Akibatnya, sekolah menggunakan laboratorium sebagai ruang kelas, katanya.
Padahal, dalam Keputusan Sekjen Kemendikbud Ristek disebutkan bahwa masuknya rumbles (kelompok belajar) hanya diperbolehkan dalam kondisi khusus. Andraza mengatakan, di daerah tersebut terdapat semua sekolah, namun banyak daerah yang sudah berkoordinasi dengan KPK
Berdasarkan berbagai temuan tersebut, Ombudsman RI akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), khususnya terkait dugaan adanya rasa puas diri dalam pelaksanaan PPDB tahun ajaran 2024-2025.
Andreza mengatakan, temuan tersebut tak jauh berbeda dengan survei yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi sebelumnya mengenai kecurangan dalam pelaksanaan PPDB.
“Mungkin nanti saya akan menghubungi rekan-rekan KPK yang bilang ada tips di PPDB,” kata Andreza.
Andreza menjelaskan, keberuntungannya membuat ada orang tua siswa di Yogyakarta yang menggunakan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) untuk mendanai sekolah dalam pelaksanaan PPDB.
“Ternyata di Jogja ada oknum yang menggunakan dana CSR untuk membiayai sekolah anaknya,” tutupnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi sebelumnya menyatakan akan menyurati berbagai pemangku kepentingan terkait temuan praktik kecurangan dalam proses pelaksanaan PPDB.
Temuan maraknya praktik kecurangan dalam proses PPBD muncul dari survei Penilaian Integritas Pendidikan (SPI) tahun 2023 terhadap siswa, orang tua, guru, dan pimpinan satuan pendidikan/perguruan tinggi.
Survei tersebut mengukur tiga aspek utama, yaitu peran integritas mahasiswa, ekosistem pendidikan terkait internalisasi nilai-nilai integritas, dan ancaman korupsi dalam tata kelola akademik.
Hasil survei tersebut dirilis KPK melalui publikasi hasil edukasi SPI pada 30 April 2024 dengan mengundang pemangku kepentingan terkait.
Diantaranya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Dinas Sekolah, Kanwil Kementerian Agama, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL) dan Kopertais.
KPK juga akan menyurati secara khusus kepada pemangku kepentingan terkait, kata Juru Bicara KPK Tim Bodi Prasetyu, Rabu (26/06/2024).
Bodi mengatakan, KPK juga akan melakukan pemantauan dan evaluasi (MINEF) terhadap usulan dan rekomendasi yang masuk.
“Sehingga survei tersebut benar-benar dapat memberikan dampak nyata terhadap peningkatan integritas pendidikan di Indonesia,” ujarnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Korektif Dalam Penyelenggaraan PPDB untuk memeriksa praktik kecurangan dalam pelaksanaan PPDB.
Komisi Pemberantasan Korupsi berharap melalui SE ini dapat mendukung pelaksanaan PPDB secara efisien, transparan, dan akuntabel.
SE 7 Tahun 2024 ditandatangani Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango pada 16 Mei 2024 dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Gubernur, Bupati atau Walikota. dan pemeriksa KPK.
Isi surat edaran tersebut terutama mengimbau kepada satuan teknis penindakan yang membidangi pendidikan, pengajaran madrasah, atau pendidikan agama agar tidak menyalahgunakan pelaksanaan PPDB untuk melakukan praktik dan tindakan korupsi yang menimbulkan benturan kepentingan, peraturan atau ketentuan. dan berisiko terkena hukuman pidana.
“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menghimbau kepada masyarakat luas sebagai orang tua atau wali siswa untuk tidak melakukan praktik-praktik pemanjaan diri yang mengganggu proses pelaksanaan PPDB,” kata Budi (jaringan tribun/fhm/dod)