Perkembangan Anak Terancam! Riset Buktikan Paparan BPA Perbesar Risiko ADHD

TRIBUNNEWS.COM – Bisphenol A (BPA), bahan kimia yang biasa ditemukan pada produk plastik dan kemasan makanan, telah lama menjadi perhatian karena potensi dampaknya terhadap kesehatan. 

Salah satu bahaya BPA adalah kemampuannya mempengaruhi sistem dopamin di otak, sehingga juga dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan perilaku. 

Beberapa percobaan pada hewan menunjukkan bahwa BPA dapat menyebabkan gejala mirip ADHD, dan efek ini tampaknya lebih kuat pada pria dibandingkan pada wanita. 

Jadi bagaimana dengan orang-orang? Bahaya BPA diteliti lebih lanjut melalui sebuah penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2016, yang mengungkapkan bahwa BPA mungkin berperan dalam perkembangan gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (ADHD) pada anak. 

Menggunakan data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES), penelitian ini melibatkan 460 anak usia 8-15 tahun sebagai sampel yang mewakili populasi nasional Amerika Serikat. Dalam penelitian ini, konsentrasi BPA urin diukur dan dianalisis untuk menilai hubungan antara BPA dan ADHD. 

Dari 460 anak yang diteliti, sekitar 7,1 persen memenuhi kriteria ADHD menurut Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental – Edisi Keempat (DSM-IV). 

Sementara itu, anak-anak dengan konsentrasi BPA urin di atas median memiliki prevalensi ADHD yang lebih tinggi, yaitu 11,2 persen, dibandingkan anak-anak dengan konsentrasi BPA di bawah median, yaitu hanya 2,9 persen.

Yang mengejutkan, hubungan antara BPA dan ADHD tampaknya lebih kuat pada anak laki-laki. Anak laki-laki dengan konsentrasi BPA tinggi 10,9 kali lebih mungkin menderita ADHD dibandingkan anak laki-laki dengan konsentrasi BPA rendah. Anak perempuan juga mempunyai risiko lebih tinggi, namun tidak sebesar anak laki-laki.

Temuan ini menambah bukti bahwa paparan BPA dapat berdampak buruk pada kesehatan mental anak. Mengingat meluasnya penggunaan BPA pada produk sehari-hari, hasil penelitian ini menantang kita untuk waspada dan mempertimbangkan pengurangan paparan BPA, terutama pada anak-anak.

Di Indonesia, pakar farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Prof. Junaidi Khotib, S.Si., Apt., M.Kes., Ph.D menjelaskan, BPA dapat meniru hormon dalam tubuh dan berikatan dengan reseptor hormon yang biasanya diaktifkan oleh hormon alami.

“Jika fungsi senyawa endokrin terganggu oleh BPA, maka keadaan fisiologis tersebut menjadi patofisiologis. Beberapa referensi menyebutkan dampak langsung dari gangguan endokrin seperti diabetes, hipertensi, gangguan kesuburan, kanker, dan gangguan jiwa,” jelas Prof Junaidi dalam sebuah wawancara. wawancara dengan Tribunnews, Sabtu (22 Juni 2024).

Ia menambahkan, BPA dapat bermigrasi dan mengkontaminasi air minum, terutama melalui kemasan, dalam kondisi tertentu seperti tingkat keasaman cairan, suhu penyimpanan, dan paparan sinar matahari. 

“Data dari tiga inspeksi fasilitas manufaktur dengan menggunakan metode valid pada tahun 2021-2022 menyimpulkan bahwa jumlah BPA yang bermigrasi dari kemasan polikarbonat dapat meningkat seiring dengan siklus penggunaan kembali galon,” kata Prof. Junaid.

Prof mengomentari topik ini. Junaidi juga mengemukakan bahwa anak-anak dalam masa pertumbuhan dan ibu hamil merupakan target paling rentan paparan BPA.

Peraturan Perlindungan Konsumen BPOM

Mengingat bahaya BPA yang mengancam, termasuk risiko menyebabkan ADHD pada anak-anak, diperlukan langkah-langkah yang dapat meningkatkan kesadaran dan mengatur produsen dan konsumen. 

Dalam hal ini, produsen seperti produsen air minum dalam kemasan (BWW) dan kemasan makanan bayi – yang cukup banyak menggunakan plastik mengandung BPA – mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak konsumen untuk mengonsumsi produk yang sehat. 

Sementara itu, masyarakat yang menjadi konsumen juga perlu mengetahui bahaya BPA dan risiko paparannya melalui berbagai produk yang dikonsumsinya sehari-hari.

Oleh karena itu, peraturan BPOM nomor 6 tahun 2024 yang mewajibkan pemberian label BPA pada air minum dalam kemasan dengan label peringatan yang berbunyi: “dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan”, memiliki banyak dampak positif bagi konsumen.

Peraturan ini juga mewajibkan produsen untuk mengikuti aturan penyimpanan pada label air minum dalam kemasan agar disimpan di tempat yang bersih dan sejuk pada saat pendistribusian dan pemasaran. 

Peraturan ini dapat meningkatkan kesadaran konsumen terhadap risiko kesehatan jika menggunakan kemasan plastik polikarbonat yang mengandung BPA. 

Di sisi lain, produsen dapat didorong untuk menghasilkan produk berkualitas yang mengutamakan keselamatan dan kesehatan. 

Yayasan Konsumen Indonesia (YLKI) mendukung peraturan BPOM dan meyakini hal tersebut merupakan upaya pemerintah dalam menjaga kesehatan konsumen di seluruh Indonesia.

“Peraturan ini merupakan langkah positif BPOM untuk melindungi konsumen dari potensi risiko kesehatan akibat BPA. YLKI mendukung inisiatif ini sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan konsumen dan memastikan produk yang beredar di pasaran aman untuk dikonsumsi,” kata YLKI. Anggota Pengurus Harian Tubagus Haryo saat dihubungi Tribunnews.com pada Selasa (7/1/2024) (***Hab***).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *