TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia bisa mengembangkan industri kelapa sebagai negara pesisir.
Beragam produk dapat dibuat dari kelapa, antara lain sabut kelapa, minyak kelapa, kelapa kering, arang tempurung kelapa, dan sabut kelapa.
Pegiat industri kelapa Randy Sugiarto membandingkan produksi kelapa di Indonesia dan Thailand.
Menurutnya, Thailand telah mengembangkan produksi kelapa yang sangat maju.
“Jadi harga kelapa bisa naik tiga sampai empat kali lipat,” kata Randy Sugiarto dalam keterangannya, Jumat (21/6/2024).
Menurut pengelola Gococo, harga kelapa di Indonesia berkisar antara 8.000 hingga 10.000 rubel.
Sementara harga kelapa di Thailand mudah digunakan, satu butirnya bisa mencapai Rp 35.000.
“Menurutnya, peluang bisnis kelapa di Indonesia sangat besar,” ujarnya.
Ia mencontohkan Thailand yang mampu mengembangkan produksi kelapa dengan sangat tinggi.
“Contohnya, kami melihat produksi kelapa tumbuh sangat baik di negara tetangga kami, Thailand.
Permen Kelapa, Makanan Kelapa, Produk Buah Kelapa semuanya dirancang dengan baik dengan desain kemasan, dll.
Upaya ini dilakukan untuk memberikan kontribusi positif kepada UKM dan petani lokal.
“Jadi harganya bisa naik banyak,” ucapnya.
Ia mengungkapkan, Gokoko memiliki 47 gerai minuman yang tersebar di seluruh Indonesia.
Catatan pemerintah
Setidaknya 13 jenis produk kelapa laris manis di pasar dunia melalui Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan).
Ekspor global produk olahan kelapa menjangkau puluhan negara tujuan di enam benua, mulai dari Asia, Eropa, Australia, Afrika, Amerika Utara hingga Amerika Selatan.
Menurut Badan Karantina Pertanian Indonesia, hampir seluruh bagian daging kelapa, air kelapa, tempurung kelapa, rumput kelapa, dan jerami kelapa telah diekspor.
Indonesia merupakan penghasil kelapa nomor satu di dunia. Dalam lima tahun terakhir, sentra produksi kelapa Tanah Air telah meluas hingga ke Riau, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Maluku Utara, dan Sulawesi Tengah.
Riau mempunyai produksi kelapa terbesar di Indonesia dengan 395,5 ton atau 11,92 persen, disusul Sulawesi Utara 271,1 ton (9,33 persen), Jawa Timur 257,5 ton (9,17 persen), dan Maluku Sulawesi Utara 240,8 ton (7,95 persen). , 229,4 ton (6,77 persen) di Sulawesi Tengah.
Provinsi lainnya, termasuk Lombok, menyumbang sisanya sebesar 54,86 persen.