TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Untuk kedua belas kalinya, Rapat Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Daerah diwarnai ricuh.
Kemarin, Jumat (12/7/2024), kisruh pun terjadi saat Presiden DPD RI La Nyalla Mattalitti hendak mengusulkan perubahan peraturan perundang-undangan DPD RI, termasuk pembahasan kebijakan dan prosedur perolehan pimpinan DPD (ketua dan wakil).
Seperti diketahui, pada 23 Juni 2024, 90 anggota DPD RI sepakat mengumumkan La Nyalla sebagai Ketua DPD RI.
Dukungan juga diberikan pada paket tersebut oleh Nono Sampono, Elviana dan Tamsil Linrung yang akan dilantik menjadi wakil presiden DPD RI.
Namun nampaknya ada penolakan dari anggota DPD RI saat pembahasan Tata Tertib DPD sehingga menimbulkan kesimpangsiuran dalam rapat.
Berdasarkan pemberitaan Tribunnews.com, bukan kali pertama rapat DPD RI ricuh saat membahas pemilihan pimpinan.
Hal serupa juga terjadi pada pembahasan Anggaran Rumah Tangga DPD RI tahun 2016, 2017, dan 2019. 1. Kebingungan pada rapat DPD RI tahun 2016
Kericuhan terjadi saat rapat DPD RI di Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 11 April 2016.
Pasalnya, mereka berargumentasi pengurangan masa jabatan pimpinan DPD dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun.
Begitu saya membukanya, kopernya berantakan.
Banyak anggota yang meminta Ketua DPD saat itu Irman Gusman dan Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad selaku ketua rapat menandatangani undang-undang yang mengurangi masa jabatan ketua DPD dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun. .
Namun Irman dan Farouk menolak menandatangani tata tertib yang disepakati pada rapat darurat DPD 15 Januari 2016. 2. Kebingungan pada rapat DPD RI 2017
Rapat partai DPD yang membahas putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tata Tertib berakhir ricuh pada 3 April 2017.
Pantauan Kompas.com, kerusuhan terjadi karena para senator menolak rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPD saat itu, GKR Hemas dan Farouk Muhammad.
Penolakan itu terjadi karena masa jabatan keduanya tampaknya sudah habis seiring keputusan MA yang membatalkan Keputusan DPD 1/2017.
Kericuhan bermula ketika salah satu anggota DPD asal Jawa Timur saat itu, Ahmad Nawardi, tiba-tiba mengambil mikrofon atau microphone dari rombongan pimpinan.
Kemudian, anggota DPD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Muhammad Afnan Hadikusumo pun ikut hadir di mimbar karena tak terima dengan pengambilalihan Nawardi.
Alhasil, banyak anggota DPD yang kembali berkumpul di sekitar panggung.
Namun Afnan terseret ke bawah anggota DPD asal Sulawesi Utara saat itu, Beni Ramdani.
Suasana memanas hingga banyak personel Keamanan Dalam Negeri (Pamdal) DPD yang tumbang. 3. Sidang DPD RI Tahun 2019 hampir usai
Pada tanggal 18 September 2019, Anggota DPD Sulut Bapak Benny Ramdhani nyaris bentrok dengan Senator Sulbar Asri Anas pada rapat daerah DPD dan agenda pembahasan aturan pengangkatan pimpinan DPD RI.
Kebingungan muncul setelah seluruh senator mendengarkan pembacaan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester oleh Badan Pengawasan Keuangan (BPK).
Selain itu, beberapa anggota DPD sempat menyela saat mantan Ketua Badan Kehormatan (BK) DPD Mervin Sadipun Komber hendak menyampaikan laporan partainya.
Kericuhan kemudian memuncak ketika Ketua Daerah yang saat itu menjabat Wakil Ketua DPD Akhmad Muqowam mengabaikan intervensi beberapa anggota DPD seperti Senator Sulawesi Tengah Numawati Dewi.
Yang memprihatinkan, Numawati mencatat pengesahan undang-undang DPD tidak dibahas di Panitia Perundingan, melainkan disahkan.
“Itu kesalahan prosedur. Apakah soal menerima atau membaca laporan? Itu saja,” kata Nurmawati saat itu, dilansir Kompas.com.
Di sisi lain, Senator Sulawesi Utara saat itu Beni Ramdani juga nyaris melawan Senator Sulawesi Barat Asri Anas.
Bahkan, Anas terjatuh saat diseret senator lain saat berdebat dengan Benny.
Namun Akhman Muqowan selaku ketua departemen sepertinya abai dengan segala kekacauan dan kebingunan yang terjadi.
Hal itu terus terngiang-ngiang sebagai tanda disetujuinya konstitusi anggota DPD periode 2019-2024.