Reporter Tribune.com Ilham Ryan Pratama melaporkan.
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memanggil tiga tersangka terkait pengadaan truk pengangkut personel dan kendaraan pengangkut penyelamatan antara Indonesia dan Besarna pada tahun 2014.
Ketiga tersangka tersebut antara lain mantan Sekretaris Utama Basarnas (Sestama) Max Ruland Bossecke. Pejabat Pemberi Kuasa (PPK) pengadaan truk pengangkut personel dan kendaraan pengangkut penyelamat di Basarnas Anger Sulistiano Tahun 2014; William Vidarta, Direktur CV Delima Mandiri
Pemeriksaan saksi-saksi dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Basarnath tahun anggaran 2012-2018 dijadwalkan hari ini. Pemeriksaan akan digelar di Gedung Merah Putih KPK, kata juru bicara KPK. Tessa Mahradika Sugierto dalam keterangannya, Selasa (25 Juni 2024):
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memperingatkan Max Ruland Boske cs untuk meninggalkan Tanah Air.
Ketiganya ditahan selama enam bulan berdasarkan Surat Keputusan Nomor 782 tanggal 12 Juni 2024 tentang Larangan Perjalanan Luar Negeri.
Diketahui bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi akan melakukan penyelidikan terhadap korupsi pengadaan barang dan jasa di sektor swasta Indonesia pada tahun anggaran 2012-2018.
Proyek korupsi tersebut antara lain pengadaan truk pengangkut personel dan kendaraan pengangkut penyelamat pada tahun 2014.
Biaya proyek pengadaan ini dilaporkan sekitar Rp 87,4 miliar.
Salah satu orang yang ditetapkan KPK sebagai tersangka adalah mantan Menteri Basharna Max Ruland Boske.
Max saat ini menjabat sebagai Direktur PDI Perjuangan atau Badan Pusat Penanggulangan Bencana (Baguna) PDIP.
Pejabat penegak hukum mengatakan kepada Tribune.com, Jumat (11/8/2023), hal itu benar (Max Ruland Bosecke jadi tersangka, red).
Selain Max, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka.
Mereka adalah Anger Sulistiano selaku PPK pengadaan truk pengangkut personel dan kendaraan pengangkut penyelamatan Besarna pada tahun 2014. William Vidarta, Direktur CV Delima Mandiri
KPF menduga ketiga terdakwa ini menimbulkan kerugian negara puluhan juta rupee. Terdakwa dijerat dengan ketentuan Undang-Undang Tipikor.
Ketentuan tersebut mengatur tentang setiap orang yang baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain atau usahanya melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.