AJI Jakarta: Serangan Pada Jurnalis Terus Bermunculan, Tahun ini 33 Kasus!

Juru kamera Kompas TV menjadi korban kekerasan saat sidang mantan Menteri Pertanian (Minton) Sahar Yassin Limpo dalam kasus korupsi. Dalam penyerangan tersebut, setidaknya tiga pekerja media lainnya juga menjadi sasaran orang tak dikenal. Seberapa tidak amannya profesi jurnalis?

Bohia Wimla, juru kamera Compass TV Indonesia, mengatakan kepada DW Indonesia bahwa korban menceritakan awal mula kekerasan pada Kamis (11/07). Organisasi kemasyarakatan (ORMA) pendukung Sahar Yasin Limpo mencoba memblokir kelompok media yang menanyai mantan menteri pertanian itu tentang hukuman 10 tahun penjaranya. Boudia mengatakan, kelompok pendukung berjanji akan memberikan akses kamera untuk mewawancarai Sahar Yasin Limpo.

“Tapi nggak jadi Pak, lurus ke depan, mundur, banyak orang, langsung kena semua. Dan orang-orang TV, orang-orang MNC, peralatannya rusak. Kami coba cari gambarnya. Menantikannya, kan?

Boudia mengaku menyikapi kesimpangsiuran dengan kata “korupsi” karena merasa karya jurnalistiknya yang dilindungi UU Pers terganggu. Menurutnya, hal ini mendorong oknum anggota organisasi geng pendukung untuk mencarinya dan berupaya melakukan penyerangan fisik terhadapnya. “Saya dikejar di jalan belakang, kejadian ini. Iya tandanya ada penyerangan,” kata Boudia seraya menambahkan, ia juga mendapat pukulan dan tinju dari orang tak dikenal.

Dalam video yang dirilis dan dikonfirmasi Bodia, setidaknya salah satu anggota organisasi publik mencoba melacak Bodia hingga ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TPIKOR) Jakarta. Seorang pria berkemeja putih mencoba menangkap isyarat untuk memukul Bodia.

Menanggapi hal tersebut, Persatuan Jurnalis Indonesia (AJI) DKI Jakarta mengecam tindakan yang dilakukan terhadap Budiya dan rekan-rekan jurnalisnya. Dalam keterangan tertulisnya, Direktur AJI Jakarta Arsian Hashem mengatakan jurnalis dilindungi pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Ia mendesak masyarakat untuk “mengetahui bahwa karya jurnalistik dilindungi undang-undang.” Setiap tahun terjadi insiden kekerasan terhadap jurnalis

AJI Indonesia mencatat setidaknya terdapat 89 kasus kekerasan terhadap jurnalis pada tahun 2023. Jumlah ini merupakan yang tertinggi dalam satu dekade terakhir.

Dalam keterangan yang dikeluarkan AJI, jurnalis menghadapi berbagai ancaman mulai dari serangan fisik, teror, digital, kriminalisasi hingga pelecehan seksual. Jurnalis yang melaporkan isu-isu seperti akuntabilitas dan korupsi, urusan sosial dan kejahatan, serta konflik lingkungan hidup dan pertanian merupakan target kekerasan yang paling rentan.

Dalam perbincangan dengan DW, Sonia Andomo, Ketua Pengacara AJI Jakarta, mengatakan kekerasan terhadap jurnalis terjadi setiap tahun di Indonesia. Sonia Andomo mengatakan pada Jumat (12/07), “Suka atau tidak suka (kekerasan terhadap jurnalis) selalu ada, bahkan setiap tahun di Jakarta dan Indonesia terlihat angkanya tinggi.”

Selain kasus peliputan putusan Sahar Yasin Limpo, setidaknya ada dua peristiwa penyerangan terhadap jurnalis belakangan ini, kata Sonia.

Seorang jurnalis dan keluarganya terbunuh dan rumahnya hancur di Sumatera Utara. Korban diduga menjadi korban kekerasan karena mengangkat isu perjudian yang melibatkan oknum TNI.

Lalu ada jurnalis senior yang meneror Papua dengan bom. Dalam kasus ini AJI menilai polisi diduga telah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Selain itu, pemerintah juga menolak memberikan uji awal SP3.

Sepanjang Januari hingga Juli 2024, AJI Indonesia menerima sedikitnya 33 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Namun, Sonia menduga jumlahnya mungkin lebih tinggi karena adanya beberapa kekerasan yang tidak dilaporkan.

Sonia berpendapat, akar permasalahan kekerasan terhadap jurnalis bermula dari kesadaran masyarakat terhadap pekerjaan jurnalis. “Kami berdua sepakat bahwa (akar permasalahannya) adalah rendahnya jurnalisme,” kata Sonia tentang tantangan jurnalis masa depan.

Sonia juga mengatakan, selain menjadi korban kekerasan, jurnalis di Indonesia juga menghadapi banyak tantangan ke depan. Misalnya, ia menyebutkan ketidakamanan gender yang dialami khususnya oleh jurnalis perempuan. Selain itu, jurnalis terkadang menghadapi tantangan dari perusahaan yang tidak membayar iurannya, misalnya asuransi kesehatan dan pemeliharaan situs.

Yang tidak kalah penting, jurnalis juga saat ini mengkhawatirkan masalah keamanan digital, tambah Sonia. Oleh karena itu, dia menilai hal ini perlu diperkuat agar jurnalis tidak dirugikan.

Bahkan, pihak yang berupaya menghalangi kerja jurnalis terancam hukuman pidana jika melanggar UU Pers Nomor 10. Pasal 18 sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 40 Tahun 1999. Namun, Sonia menyayangkan insiden dengan juru kamera Kompas TV itu dilakukan hanya berdasarkan aduan sesuai pasal KUHP.

Reporter DW Indonesia Levi Vardana berkontribusi dalam liputan ini.

(mh/hp)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *