TRIBUNNEWS.COM – Matahari belum sepenuhnya terbit ketika puluhan perempuan berpakaian adat kabbaya sibuk menata dagangannya di gubuk-gubuk yang terletak di tengah Desa Janti, Kelantan, pada Minggu, 21 April 2024.
Ada berbagai jenis jenang yang ditempatkan di pot tanah liat, bersama dengan daut segar dan berbagai bumbu herbal.
Lagu lainnya menampilkan lingkaran nasi asin, biasa disebut fonda, di samping kuali besar bebek pirang yang masih mengepul.
Tak lupa aneka sayur segar yang dimasak untuk Pasal atau Orap, dengan nasi putih perasan atau yang biasa disebut Jender.
Puluhan gubuk yang ditumbuhi dedaunan kering berjejer di tepian sungai yang memisahkan desa dari Janti, dengan hamparan sawah terhampar sejauh mata memandang di depan gubuk.
Di sisi barat atau di ujung deretan gubuk, terlihat Gunung Murphy dan Merbabu berdampingan.
Namanya Loka Batari, tempat ibu-ibu PKK kampung Khanti menyajikan masakan tradisional hanya di hari Minggu.
Masakan yang dijual bukanlah masakan asal-asalan, melainkan masakan tradisional yang sulit ditemukan, yakni langka.
“Kami menyajikan masakan yang sulit ditemukan, misalnya Bebek Blondi Fonda, Gendar Faisal, Sagu dan Wivit, Brambang Asam dan berbagai Genji,” kata koordinator Luca Batri Sri Mulecia saat berbicara kepada Tribunnews.com, Minggu, 21 April 2024. Luca Koordinator Batri, Sri Mulia dan penjual aneka jenang di Luca Batri saat melayani pelanggan, Minggu 21 April 2024 (TribunSolo/Imam Saputro).
Mulat, sapaan akrabnya, mengatakan Loka Batri hanya ada pada hari Minggu di kawasan pusat Dukuh Padakan, Tegal Arum dan Gatak, Desa Janti, Klaten.
“Kami ibu-ibu PKK desa Xanti ingin memanfaatkan tempat yang indah dan menakjubkan ini, ada sungai, sawah dan gunung untuk dijual, akhirnya kami memilih masakan yang tradisional dan langka, agar bisa kita lestarikan di masa depan. pada saat yang sama,” katanya.
Makanan seperti bebek pirang fonda, genus patzal dan sagu vivit merupakan makanan tradisional yang dikenal di wilayah kuno Kelantan.
“Sekarang makanan tersebut cukup sulit didapat, masih tersedia, namun hanya di titik-titik tertentu, makanya setiap hari Minggu kami menjual makanan tersebut di Desa Khanti PKK,” ujarnya.
Pemilihan makanan tradisional yang dijual, kata dia, merupakan upaya melestarikan makanan khas Kelantan sekaligus memberikan tempat untuk mengenangnya bagi setiap orang.
“Bagi yang kangen dengan makanan tradisional Keltan atau ingin mencobanya, bisa datang setiap hari Minggu ke Luca Batri dan juga bisa berfoto,” kata Mulat.
Sebagai penunjang, ibu-ibu keluarga mengenakan baju kebaya lawas yang dipadukan dengan topi bertepi lebar ala Pak Thani.
Selain makanan tradisional, ada juga masakan kekinian seperti sosis telur goreng, sop nasi daging, dan aneka jus buah segar.
“Tetapi dari 19 pedagang, kurang dari lima pedagang yang menjual makanan modern,” kata Mullat.
Mulat menambahkan, Loka Batri merupakan wadah bagi kampung Janti PKK untuk eksis dan menghasilkan uang sebesar rupee.
Omzet para pedagang makanan tradisional ini mencapai antara 1 hingga 1,5 juta rupee hanya dengan berjualan kurang dari setengah hari di tanah desa Janti.
“Kami berjualan dari jam 6 hingga jam 12 siang, rata-rata pengunjung 200 hingga 300 orang, kami hanya buka pada hari Minggu,” kata Mulat yang biasa berjualan beberapa genang.
Dengan begitu, tambah Mulat, ibu-ibu PKK di Desa Khanty bisa bertahan hidup setiap hari Minggu sekaligus meningkatkan pendapatannya.
“Kami berharap ibu-ibu juga bisa mandiri secara finansial dengan berjualan di sini,” ujarnya.
Linda, salah satu tenaga penjualan Luca Betri mengatakan, berjualan setiap hari Minggu bisa menghasilkan keuntungan yang besar.
“Saya juga tiap hari berjualan, di Lucca Batri penjualannya hanya datang jam 12, biasanya habis, keuntungannya juga lumayan,” kata Linda yang berjualan Fonda di Londo, di Beck.
Linda mengaku resep membuat bebek pirang didapatnya dari keluarganya secara turun temurun.
“Blondo ala keltan itu kelapa parut yang dimasak dulu sampai keluar minyaknya, lalu dimasak lagi bersama bebek yang dibalut aufur, jadi beda rasa, hanya saja aufurnya dipanggang di oven arang semalaman, jadi itu sangat lembut.” dia berkata.
“Kemudian disajikan dengan nasi asin atau fondue.”
Menurut Linda, bebek pirang sudah ada sejak zaman Belanda dan menjadi ciri khas bebek yang dibudidayakan di kawasan Kelten.
“Yang agak sulit dicari adalah bebek fondue dan pirang. Kalau mencari bebek biasa di Keltan, masih banyak yang dijual,” jelasnya.
Aneka menu tradisional yang dijual berkisar antara Rp5.000 hingga Rp15.000 per sajiannya.
Loka Batari hanya buka setiap hari Minggu mulai pukul 06:30 WIB hingga 12:00 WIB.
Kepala Desa Janti, Terry Fracuso menyatakan, Luca Batri merupakan salah satu upaya desa dalam memanfaatkan potensi yang ada.
“Jika Loka Betri memanfaatkan lahan milik desa yang pemandangannya bagus, ada gunung, sawah, sungai dipadukan dengan ibu-ibu PKK Khanti yang pandai memasak, akhirnya Loka Betri akan muncul pada pertengahan tahun 2023.” kata Terry.
Terry mengatakan Loka Batari telah menjadi bagian dari pembangunan desa melalui BUMDes Janti Jaya.
“BUMDes kita berkembang dengan baik, ada lini usaha di bidang pariwisata, pengolahan sampah dan Luca Batri yang terlibat dalam pengembangan masyarakat,” kata Terry.
Kepala desa baru juga mengungkapkan bahwa Desa Genti merupakan salah satu desa BRILiaN yang berhasil meraih prestasi 5 besar tingkat nasional.
“Yang penting bagi kami BUMD bisa berkembang dan memberikan manfaat kepada warga melalui berbagai lini usaha,” kata kepala desa yang menjabat selama dua periode itu.
Desa BRILian, desa gotong royong
Direktur BRI Regional Yogyakarta John Sarjuno dalam keterangan tertulisnya mengatakan, terdapat 320 desa BRILiaN yang berada di wilayah Kanwil Yogyakarta.
John Sarjuno mengatakan BRILiaN Village merupakan program inkubasi desa yang bertujuan untuk menghasilkan role model dalam pembangunan desa melalui penerapan praktik kepemimpinan lokal yang unggul dan semangat gotong royong.
Desa-desa yang tergabung dalam program Desa BRILiaN diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi kemajuan desa yang dapat direplikasi di desa-desa lainnya.
“Kami fokus membantu kota-kota untuk menyempurnakan seluruh potensi yang ada di daerahnya, dengan tujuan tentunya agar kota tersebut dapat berkembang lebih baik lagi,” ujarnya.
BRI juga melakukan berbagai kegiatan pemberdayaan dalam program Desa BRILiaN.
Pertama adalah pemberdayaan, berupa kegiatan pemberdayaan yang terdiri dari pemberian literasi dasar, literasi bisnis, dan literasi digital kepada desa-desa peserta.
Kedua, pendampingan, yaitu kegiatan pendampingan secara intensif kepada desa-desa terbaik BRILiaN di setiap angkatan yang dilakukan oleh staf BRI dan mitra kerja sama.
Ketiga, penganugerahan, penghargaan atau pengakuan terhadap pemenang di desa-desa pada masa pemberdayaan, yang dinilai mempunyai kepemimpinan yang unggul, kooperatif, dan inovatif serta dapat menjadi teladan bagi pembangunan desa lainnya.
“Program desa BriliN lebih fokus pada kegiatan pemberdayaan berupa literasi dan pendampingan, belum termasuk pemberian bantuan keuangan kepada desa. Memberikan evaluasi berupa bantuan sarana dan prasarana kepada desa peraih penghargaan BriliN,” ujarnya. . menjelaskan.(*)