Inaplas Keluhkan Permendag 8/2024: Industri Polyester Telah Tutup dan Lainnya Segera Menyusul

Laporan jurnalis Tribunnews.com Lita Febriani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia dibanjiri pernyataan Menteri Perdagangan 2024. peraturan perdagangan (Permendag) no. 8 dengan barang dari luar negeri.

Akibat kondisi tersebut, banyak kawasan industri yang mulai berekspresi melalui barang impor, dan juga memberikan pengaruh kepada masyarakat awam, seperti industri tekstil dan tekstil (TPT).

Selain itu, sektor padat modal seperti industri kimia juga berisiko.

Menurut data Kementerian Perindustrian, investasi pada industri kimia mencapai 31,41 miliar. dolar atau setara dengan Rp.

Total nilai investasi tersebut kini dibandingkan dengan PT Lotte Chemical Indonesia sebesar $4.000 juta dan Pertamina Polytama Propindo 2 sebesar $322 juta. Artinya, Indonesia akan kehilangan potensi investasi di industri kimia yang bernilai US$27 miliar.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan, penurunan produksi TPT akibat impor berdampak langsung pada penurunan produksi petrokimia di industri petrokimia.

“Beberapa perusahaan industri polyester sudah mengumumkan penutupan, dan beberapa lainnya bisa segera menyusul jika kondisi terus memburuk. Kemudian utilisasi industri polyester saat ini hanya 50 persen yang merupakan titik sulitnya mempertahankan operasional pabrik. kata Fajar dalam diskusi tentang “Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2014 “Wujud Nyata Denormalisasi Industri Petrokimia Nasional”, Batavia, Senin (08/07/2024).

Asam tereftalat yang dimurnikan menambahkan bahwa industri saat ini beroperasi pada 60-70%, sejalan dengan penurunan permintaan paraxylene, asam asetat dan MEG.

Akibat membanjirnya impor bahan baku plastik, industri bahan baku plastik hanya beroperasi kurang dari 70 persen, jelas Fajar.

Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Karet (IKFT) Kementerian Perindustrian, Reni Yanita mencanangkan rencana investasi pada proyek-proyek di industri petrokimia, terutama terkait bahan baku plastik.

“Diprediksi pada tahun 2030 industri petrokimia akan mencapai hingga 31,4 miliar PRPP) (Proyek GRR Tubano) jelas Reni.

Reni menjelaskan, jika industri tidak didukung dengan kebijakan yang tepat, maka potensi investasi bisa berkurang dan baru bisa terealisasi dalam beberapa dekade mendatang.

“Jadi kalau tidak dibarengi dengan rencana besar yang matang, mungkin butuh waktu puluhan tahun untuk bisa kita laksanakan. Atau mereka (investor) juga akan pindah ke negara tetangga ASEAN,” kata Plt CEO IKFT ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *