TRIBUNNEWS.COM – Presiden Prancis Emmanuel Macron mengaku berbicara melalui telepon dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Senin (22/4/2024).
Dalam wawancara tersebut, Macron mengaku telah memperingatkan Netanyahu agar tidak menyerang kota Rafah.
Menurut Macron, jika Netanyahu memutuskan melancarkan serangan militer ke kota Rafah di Gaza selatan, hal itu akan memperburuk situasi di wilayah tersebut.
“Karena hal itu akan memperburuk situasi yang sudah tragis di Gaza dan meningkatkan tekanan,” kata Macron seperti dikutip Anadolu Agency.
Macron menegaskan, dirinya sangat menentang rencana Netanyahu.
Selain itu, Macron juga membahas serangan Iran melalui telepon.
Dia menyebut penyelarasan sebagai tindakan yang tidak bisa diterima.
Macron dengan tegas menegaskan bahwa konflik di Timur Tengah perlu dihentikan sekarang juga.
Netanyahu sebelumnya berencana menyerang Rafah, tempat 1,4 juta pengungsi Palestina mengungsi.
Sekutu dan kritikus Israel memperingatkan Netanyahu terhadap serangan Rafah, karena khawatir akan jatuhnya banyak korban.
Namun, pemerintah Israel mengklaim bahwa Jalur Gaza bagian selatan adalah salah satu benteng terakhir Hamas yang berjanji akan dimusnahkan, seperti dikutip Al Jazeera.
Menurut Luciano Zaccara, pakar di Pusat Studi Teluk Universitas Qatar, rencana Netanyahu mungkin bisa terwujud atau tidak dalam waktu dekat.
Saya berharap serangan darat di Rafah tidak lebih dari sekedar senjata untuk mendapatkan hasil dari perundingan. “Tetapi apapun yang Netanyahu katakan akan dia lakukan, dia akan melakukannya, jadi saya pikir hal itu mungkin terjadi,” kata Luciano Zaccara.
Sebuah pernyataan dari kantor Netanyahu pada Jumat malam mengatakan militer Israel sedang mempersiapkan operasi dan evakuasi warga Rafah.
Namun, perjanjian tersebut tidak memberikan batas waktu dan tidak ada bukti adanya pengaturan tambahan di lapangan. Konflik antara Palestina dan Israel
Israel melancarkan serangan brutal ke Jalur Gaza pada 7 Oktober 2024.
Sejauh ini 34.151 warga Palestina telah terbunuh akibat serangan Israel.
Kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.
Setidaknya 77.000 orang lainnya terluka akibat kerusakan yang meluas dan kurangnya pasokan.
Perang Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza sangat membutuhkan makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Sementara itu, 60 persen infrastruktur Gaza rusak dan hancur.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Artikel lain terkait Netanyahu dan Presiden Emmanuel Macron