Laporan Hasiolan EP/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM – Meningkatnya permintaan gula aren di pasar global memberikan ruang perluasan pasar bagi produksi dalam negeri.
Hal ini menurut Naufal A Sahid, Direktur PT Mitra Aren Internasional, produsen gula aren yang mengaku berhasil memasarkan gula aren produksi petani lokal di Sukabumi, Jawa Barat, mampu bersaing dengan pasar Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Dubai. . . .
Dalam waktu dekat, gula produksi dalam negeri dengan merek Magoela siap memasuki pasar Jepang.
Naufal menjelaskan, mitranya selalu melakukan riset pasar sebelum memutuskan ekspansi ke pasar internasional.
Menurutnya, hanya sedikit orang yang beralih dari mengonsumsi gula pasir dengan kandungan glikemik tinggi ke gula aren dengan kandungan glikemik rendah.
Saat ini permintaan pasar terhadap gula aren semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tren konsumsi minuman modern seperti kopi susu enau.
“Magoela lahir Oktober 2023. Kami rasa dari segi bisnis sudah cukup matang sehingga manajemen kami memutuskan untuk membuat joint brand yang mandiri dan itu hasil karya kami sendiri,” kata Naufal di Jakarta, Selasa, 2 Juli 2024
Setelah dilakukan riset, kata Naufal, Laos juga fokus melakukan diferensiasi produk agar mampu bersaing di pasar.
Salah satunya adalah keunikan gula jawa.
Ia mengatakan, bahan baku tebu yang digunakan berasal dari perkebunan di Sukabumi, Jawa Barat. Pohon palem tersebut dihasilkan dari lahan seluas 20 hektar dan dikelola oleh 5.000 petani lokal.
Menurut Naufal, karakteristik gula yang dihasilkan di daerah ini memiliki keunikan dibandingkan gula dari daerah lain.
Gula aren yang dihasilkan lebih kencang dan memiliki rasa yang manis. Selain itu, pohon tebu yang ditanam di lahan seluas 20 hektar ini memiliki aroma yang khas.
“Itulah yang dilakukan label kami, ‘beraroma, manis dan legit’, nyatanya aromanya ringan, manis tanpa rasa gatal, makanya kami suka menggunakan kata legit, oleh karena itu ciri-cirinya bisa jadi fokus pada produk Sukabumi dibandingkan. kepada orang lain,” jelas Naufal.
Ada tiga versi berbeda dari Magoela yang diberi nama berdasarkan kata-kata umum Sudan, termasuk gula semut (masireum), gula obat (macaian), dan gula palem berbentuk (manitis).
“Semua jenis produk sudah bersertifikat halal dan terdaftar di BPOM sehingga terjamin kualitasnya, tidak mengandung bahan pengawet, sehingga aman dikonsumsi sehari-hari,” kata Naufal. Kemampuan produksi 600 ton per bulan, strategi pemasaran B2C
Perusahaan yang didirikan pada tahun 2000 ini telah mengalami perkembangan pesat. Bermula dari produksi dalam negeri, menjadi PT pada tahun 2016, saat ini gula aren yang dihasilkan bisa mencapai 600 ton dalam satu bulan.
“Kami rasa gula aren bisa menjadi produk lain pengganti gula putih dan gula pasir. Sebenarnya dari segi harga cukup tinggi, namun nyatanya kami menjualnya dengan harga yang telah ditentukan karena memiliki kelebihan.”
“Sehat dan banyak penelitian dokter di internet yang menyebutkan gula lebih sehat dan khasiatnya lebih baik dibandingkan gula pasir,” jelas Naufal.
Sementara dari sisi pemasaran, ia mengatakan mitranya tidak hanya menjual produk B2B saja, tapi juga B2C atau langsung ke toko dan pelanggan.
E-commerce dan website merupakan dua hal yang sangat berguna dalam hal penjualan, karena dengan demikian perusahaan dapat menjangkau pembeli dari berbagai daerah dan negara.
Dalam beberapa bulan mendatang, Naufal mengatakan bahwa partainya berencana untuk memperkenalkan paket baru yang pasti akan menarik bagi masyarakat Tunisia.
Tidak hanya cocok untuk mencampur minuman seperti kopi, gula palem ini juga dapat digunakan untuk mencampur permen, popcorn, dan manisan pasar.
“Tanpa disadari, Magoela telah mempermanis masyarakat Indonesia melalui makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Kini kami berani keluar dari balik layar untuk menjangkau pasar yang lebih luas,” jelas Naufal.