Kompolnas Bakal Klarifikasi Polda Sumbar soal Dugaan Siswa SMP Disiksa Polisi hingga Tewas

Laporan reporter Tribunnews.com Abdi Rayanda Shakti 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kompolanas akan menyurati Polda Sumbar untuk mengklarifikasi dugaan penyiksaan yang dilakukan petugas polisi terhadap seorang siswa SMA bernama Afif Maulana (13) yang tewas di Kota Padang.

Penyelidikan ini bertujuan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Afif yang ditemukan tewas di sungai bernama Hevora.

“Kalau perlu kami akan tanyakan langsung ke Polda Sumbar,” kata Kompol Kompulana Puangki Inderti saat dihubungi, Sabtu (22/6/2024).

Puengke mendorong Polda Sumbar menangani kasus tersebut secara komprehensif dan tidak menutup-nutupi hasil dari pihak keluarga sesuai dengan Scientific Crime Investigation (SCI).

“Yang kami fokuskan adalah apakah benar anak korban meninggal akibat penganiayaan yang dilakukan anggota Sabhara Polri yang sedang memberikan pengamanan kepada sekelompok remaja yang siap melakukan perlawanan? lainnya. ?” dia berkata.

Untuk mengetahuinya, Fuengqi mengatakan penyidik ​​harus mengikuti proses penyidikan yang benar agar kasus tersebut dapat diselesaikan.

“Penting untuk melihat hasil otopsi, bukti-bukti lain yang ada di TKP, termasuk CCTV di sekitar lokasi kejadian, serta keterangan saksi yang melihat korban,” ujarnya.

Sebelumnya dikutip TribunPadang.com, siswi SMA berusia 13 tahun, Afif Maulana (AM), ditemukan tewas luka di bawah Jembatan Batang Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu (9/6/2024) di sore hari. .

Berdasarkan pemeriksaan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menduga korban meninggal karena disiksa oleh petugas polisi yang sedang berpatroli.

Berdasarkan hasil pemeriksaan LBH, kami mencatat almarhum merupakan korban penyiksaan polisi yang dilakukan personel Polsek Sabahra Sumbar, kata Kamis, (20/20/20). LBH Padang, Indira Suryani. / 2024).

Dijelaskan Indira, berdasarkan keterangan teman korban berinisial A, pada Minggu (6/9/2024) sekitar pukul 04.00 WIB, saat bersamaan A sedang bepergian bersama AM dengan mengendarai sepeda motor di arus By Pass Batang Kuranji. menjembatani. .

Sehingga, saat bersamaan, korban AM dan A sedang mengendarai sepeda motor didekati petugas polisi yang sedang berpatroli.

Saat itu, polisi menendang mobil korban AM yang terlempar ke pinggir jalan. Saat terjadi benturan, korban AM berjarak sekitar dua meter dari korban A,” ujarnya. 

Indira mengatakan, saat itu korban A ditangkap, ditahan dan melihat korban AM dikepung petugas polisi, namun keduanya sudah berpisah.

“Saat ditangkap polisi, korban A melihat korban AM berdiri dan dikepung petugas polisi membawa sedotan. Sampai saat itu, korban A belum pernah melihat korban AM lagi,” ujarnya. 

Pengelola LBH Padang mengatakan, pada hari yang sama, siang hari, jenazah AM yang mengambang ditemukan di Koranji Batang. Kondisi AM saat itu ditemukan penuh lebam.

Setelah itu, jenazah korban dibedah dan keluarga korban mendapat fotokopi akta kematian nomor: SK/34/VI/2024/Rumkit dari RS Bhayangkara Polda Sumbar.

Polisi telah memberitahu keluarga korban bahwa AM meninggal dunia karena 6 tulang rusuk patah dan paru-paru pecah, kata Indira. Ilustrasi (Mimbar Batam/Ahmed Yani)

Terkait kejadian tersebut, ayah kandung korban AM melapor ke Polrestabes Padang, dengan nomor laporan: LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATRA BARAT.

Selain itu, Indira menjelaskan, berdasarkan temuan LBH, ada tujuh korban lagi dan lima di antaranya masih anak-anak.

Menurut dia, korban diduga dianiaya polisi dan kini mendapat perawatan mandiri.

“Keterangannya adalah mereka tersengat listrik, ada rokok yang menyulut perutnya, ada luka lebam di kepala, dan ada lubang di pinggang,” ujarnya.

Menurutnya, berdasarkan keterangan salah satu korban, mereka dipaksa berciuman sesama jenis.

“Selain penyiksaan, juga terjadi kekerasan seksual. Kami sangat terkejut mendengar keterangan korban, tidak hanya kekerasan fisik tapi juga kekerasan seksual,” ujarnya.

“Saat kami bertemu dengan korban dan keluarganya, mereka sangat ketakutan dengan situasi tersebut,” ujarnya. 

LBH Padang meminta polisi mengusut tuntas kasus tersebut tanpa menutup-nutupi.

“Kami mendesak Polda Sumbar untuk mengadili seluruh anggotanya yang melakukan penganiayaan terhadap anak-anak dan orang dewasa dalam tragedi Jembatan Koranji Kota Padang dengan menggunakan UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 dan Hukum Pidana kasus yang melibatkan orang dewasa,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *