TRIBUNNEWS.com – Sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, menyampaikan hasil operasi terbarunya kepada Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Jalur Gaza.
Dalam laporannya, Kamis (20/6/2024), Al-Qassam mengumumkan delapan hasil operasi baru mereka.
Pertama, Al-Qassam membenarkan bahwa mereka mengebom pangkalan militer Israel, Front Ketiga, dengan serangan roket.
Kedua, pejuang Al-Qassam berhasil menyergap tentara Israel dengan menggunakan bahan peledak ranjau darat, di jalan al-Bahr, selatan distrik Tal al-Sultan, sebelah barat Rafah.
Al-Qassam memasang jebakan di bawah koridor setelah berhari-hari pengawasan militer Israel.
Ketiga, Al-Qassam menggambarkan bagaimana para pejuangnya mampu ‘menembak’ tank Merkava yang telah dipasangi ranjau darat.
Al Mayadeen mengatakan, hal ini menyebabkan tewasnya tank dan awaknya.
Serangan lain terhadap tank Merkava juga terjadi di kamp al-Shaboura, Rafah, di mana Al-Qassam menyerang al-Yassin 105 peluru.
Setelah serangan itu, banyak tentara Israel yang melarikan diri. Namun, banyak yang terbunuh karena terlibat dalam serangan militan Al-Qassam baru-baru ini.
Keberhasilan keempat, Al-Qassam juga berhasil menyasar dua kapal perang IDF, Eitan, dengan menggunakan rudal al-Tassin 105.
Kelima, sekelompok tentara Israel menjadi sasaran mortir di poros Taqaddum di kawasan Tal al-Sultan, sebelah barat Rafah.
Keenam, Al-Qassam juga menyita quadcopter Mavic dari kamp al-Shaboura.
Ketujuh, pejuang Al-Qassam berhasil membombardir komando dan kendali IDF di timur al-Zaytoun, menggunakan mortir yang kuat.
Serangan itu mengakibatkan kekalahan langsung tentara Israel.
Ketiga, Al-Qassam mengirimkan al-Zouari seorang pelaku bom bunuh diri ke pertemuan IDF di desa Holit dekat Gaza. IDF kecewa dengan Netanyahu
Sebelumnya, juru bicara IDF, Daniel Hagari, mengatakan tentara Israel sudah kecewa dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, sebelum perang dimulai.
Namun menurut Hagari, sejak 7 Oktober 2023, konflik antara militer dan pemerintahan Netanyahu telah mencapai puncaknya.
“Siapa pun yang mengira Hamas akan dihancurkan adalah salah,” ujarnya dalam wawancara dengan Channel 13 Israel, Rabu, seperti dilansir Palestine Chronicle. “Mengatakan Hamas bisa dihancurkan dan dilenyapkan seperti melemparkan debu ke mata rakyat,” tambahnya.
Pesan baru ini sangat kontras dengan pengumuman Hagari tentang tujuan invasi Israel ke Gaza.
Dalam konferensi pers hariannya, Hagari menggambarkan penghancuran sistematis pasukan militer Hamas di seluruh wilayah.
Baru-baru ini, pidato Hagari bertentangan dengan pidato Netanyahu, di mana perdana menteri juga memuji “kemenangan total” di Gaza.
Konflik tersebut dapat dikaitkan dengan meningkatnya konflik antara Israel dan Netanyahu, serta para menteri sayap kanan.
Namun konflik kedua kubu seringkali dapat diatasi, karena informasi mengenai perang Israel di Gaza dan Lebanon ditangani oleh Dewan Perang.
Seperti disebutkan, Dewan Perang mencakup para pemimpin oposisi dan tokoh-tokoh berpengaruh di kalangan militer.
Pengunduran diri para pemimpin oposisi Israel, Benny Gantz, yang merupakan Kepala Staf tentara Israel pada tahun 2014, Gadi Eisenkot, dan lainnya, serta pembubaran Dewan Perang mengubah politik yang memerintah Israel di masa lalu. sembilan bulan.
IDF kini telah mengambil hati dan menyatakan kekecewaannya atas kurangnya rencana politik pascaperang.
Perlu dicatat bahwa meskipun tentara Israel berperan besar dalam berdirinya negara Israel, namun belum pernah terjadi perang seperti ini sebelumnya.
Di masa lalu, para jenderal Israel dimasukkan ke dalam institusi politik setelah pensiun atau bekerja sebagai konsultan di perusahaan manufaktur militer besar Israel.
Namun, struktur politik baru Netanyahu secara bertahap menghilangkan kekuatan militer.
Pimpinan militer Israel sangat menyadari bahwa situasi pascaperang Israel harus mencakup kembalinya politik sebagai bagian dari institusi politiknya.
Untuk melakukan hal ini, orang-orang sayap kanan seperti menteri Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, keduanya tidak memiliki pengalaman militer, tidak akan berpartisipasi dalam aspek politik dari situasi “hari berikutnya”.
Jika dijelaskan dalam konteks persaingan yang sedang berlangsung dengan Israel, konsekuensinya sangat luas.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)