TRIBUNNEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada rumah sakit (RS) yang menggunakan berbagai cara untuk membuat klaim palsu tentang layanan BPJS kesehatan.
Setidaknya ada empat praktik manipulatif yang dilakukan rumah sakit akibat klaim BPJS palsu.
Komisi Pemberantasan Korupsi; Komisi Pemberantasan Korupsi; Kementerian Kesehatan (Kemenkes); Wakil Menteri Pencegahan dan Pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan menjelaskan, temuan tersebut didasarkan atas kerja sama Badan Pengendalian Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan BPJS.
Awalnya, KPK melakukan sidak terhadap enam rumah sakit di tiga provinsi di Indonesia.
Dia mengatakan, tim KPK menemukan 4.000 klaim BPJS palsu dari tiga rumah sakit.
Tiga rumah sakit yang melakukan klaim BPJS palsu adalah Jawa Tengah (1 rumah sakit) dan Sumatera Utara (2 rumah sakit).
Metodenya bervariasi, namun sebagian besar rumah sakit tersebut menangani diagnosis atau membuat klaim tentang prosedur medis yang dimanipulasi.
Pada metode pertama misalnya, terdapat 39 pasien yang terdaftar untuk operasi katarak, dan pihak rumah sakit hanya akan memberikan operasi kepada 14 pasien.
“Kami periksa dan dia menjalani operasi pada satu mata dan dua matanya,” ujarnya. Begitulah saat itu,” jelas Pahala.
Metode kedua adalah mengubah kode debug; Sehingga jumlah yang diklaim lebih tinggi dan dapat dilakukan klaim yang telah diajukan sebelumnya atau klaim berulang.
Cara ketiga, menurut Pahala, adalah cara rumah sakit dimana oknum aparat mengumpulkan informasi palsu dari warga melalui layanan sosial (baksos).
Ia menambahkan, informasi tersebut dikumpulkan melalui kerja sama dengan tokoh desa setempat.
“Dia mengumpulkan dokumen pasien termasuk KTP, KK, kartu BPJS di bakti sosial yang bekerja sama dengan aparat desa. Tujuannya untuk mengumpulkan KTP dan kartu BPJS,” ujarnya.
Melalui daftar informasi penduduk, pelaku melakukan pemalsuan identitas warga seolah-olah sedang sakit dan membuat klaim kesehatan palsu.
Ia meyakini metode ini tidak hanya menyangkut kerja individu, namun juga kerjasama antar individu di rumah sakit.
Cara keempat, oknum petugas rumah sakit juga menggunakan dokter palsu.
Pahala mengatakan, saat ditelusuri profil dokter tersebut, dilakukan penyelidikan dan yang bersangkutan sudah tidak bekerja lagi di rumah sakit tersebut.
“Berdasarkan itu, sepertinya dia sakit A, semuanya sudah beres, dan dia akan membutuhkan perawatan ini nanti. Saya punya dokter yang menandatanganinya, dan semuanya baik-baik saja.”
Oleh karena itu, klaim khayalan seperti itu tidak dapat dibuat oleh satu orang saja, atau oleh seorang dokter saja. Itu juga tidak bisa dilakukan,” jelasnya. 3 Gambar pasien penyakit arteri koroner di kamar rumah sakit. (melalui Chinatopix, Associated Press)
Pahala mengatakan, klaim palsu melalui pembayaran BPJS ini telah menimbulkan kerugian negara hingga miliaran rupee.
Dia mengatakan timnya pertama kali menemukan kasus tersebut ketika memeriksa enam rumah sakit di tiga negara bagian.
Dalam pemeriksaan tersebut, tim KPK menemukan 4.000 klaim BPJS palsu dari tiga rumah sakit, kata Pahala.
Kebanyakan di antaranya adalah klaim palsu BPJS untuk kebutuhan terapi fisik yang tidak tercatat dalam rekam medis, tambahnya.
Ketiga rumah sakit tersebut memiliki kuitansi promosi sebanyak 4.341 kasus, namun sebenarnya di buku rekam medis ada 1.000 kasus, kata Pahala, Rabu (24/7/2024) seperti dikutip Kompas.com.
Jadi sekitar 3.000-an di antaranya diklaim fisioterapi, tapi nyatanya tidak ada di rekam medis, imbuhnya.
Pahal mengatakan, tiga rumah sakit tempat pengajuan klaim BPJS palsu itu tersebar di Jawa Tengah (1 rumah sakit) dan Sumatera Utara (2 rumah sakit).
Untuk Rumah Sakit A di Sumatera Utara; Pahala mengatakan, klaim bodong tersebut mencapai Rp1 hingga 3 miliar.
Sementara itu, Rumah sakit lain di Sumut membuat klaim palsu sebesar Rp 4-10 miliar.
Sementara itu, Rumah Sakit C di Jawa Tengah adalah yang terbesar; Dia melakukan klaim BPJS fiktif dengan nilai nominal Rp 20-30 miliar. Ilustrasi rumah sakit yang dicabut izinnya. (vix.com)
Murti Utami, Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes), mengatakan izin praktik dokter dan rumah sakit bisa dicabut jika ketahuan menyampaikan tagihan palsu (klaim palsu) ke BPJS.
Hal ini diberikan Kementerian Kesehatan menanggapi ditemukannya beberapa rumah sakit yang melakukan klaim palsu.
“Tidak hanya fasilitas kesehatan saja yang akan dikenakan sanksi,” kata Murti Utami, Rabu (24/7/24) saat seminar “Pencegahan dan Penanganan Penipuan JKN” di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. 2024).
Menurut dia, Kementerian Kesehatan memiliki Sistem Informasi Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan yang terregistrasi dengan baik.
Data tersebut meliputi identitas pekerja; tempat kerja mereka; Diantaranya adalah Nomor Induk Pegawai (NIK) dan Surat Izin Praktek (SIP).
“Di Kementerian Kesehatan kita sudah punya sistem informasi SDM yang sehat. Jadi siapa yang bekerja di mana, ya, punya NIP-nya. Kalau begitu, SIP-nya sudah terdaftar dan terlacak dengan baik di sistem itu,” ujarnya.
Oleh karena itu, jika ada petugas kesehatan yang terbukti menjadi pelaku pembayaran siluman, maka catatan itu akan ditambah datanya dan Kementerian Kesehatan akan menyiapkan tindakan.
Langkahnya adalah dengan menghentikan Satuan Kredit Profesi (SKP) Dokter bagi dokter yang bersangkutan.
Pada saat yang sama, Dalam satu tahun, mereka harus mengumpulkan 50 SKS per tahun. Jika membeku, Mereka akan kesulitan mengumpulkan nilai kredit.
Setelah itu, Undang-undang ini juga memberikan sanksi yang relatif berat, termasuk pencabutan izin praktik bagi mereka yang dinyatakan bersalah melakukan ghost billing.
Jadi langkah pertama tentu kita berhenti mengumpulkan SKP dan memberikan sanksi. Kredit dokter itu untuk menjaga keahliannya, harus mencari angka kredit, jelas Murti Utami.
“Nah, biasanya 50 SKS untuk 1 tahun. Kalau dibekukan 6 bulan, nggak boleh ngaku nggak bisa menyelesaikan koleksinya. Susah buat mereka ya?”
“Dengan baik, Yang penting izin pelakunya dicabut,” ujarnya.
Pada saat yang sama, Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap adanya penipuan layanan kesehatan di tiga rumah sakit.
Ketiga rumah sakit yang belum diungkapkan siapa pun itu diduga melakukan penipuan dan klaim luas.
(Tribunnews.com/Chrysnha, Yohanes, Ilham, Deni) (Kompas.com/Syakirun Ni’am)