Tingkat Kepercayaan Publik Terhadap MK Menurun, Suhartoyo Klaim Bukan karena Putusan Nomor 90

Jurnalis Berita Abriza Tribune Fasti Afami melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartio menyadari tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan yang dipimpinnya menurun.

Suharto mengatakan, menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi bukan disebabkan oleh putusan sengketa pemilu presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif. Namun karena beberapa alasan.

Dia tidak menjelaskan lebih lanjut alasan yang diutarakannya. Namun, menurut Soeharto, pihaknya tidak boleh terus menerus meratapi kasus ini.

Alasan yang ia sebutkan diduga terkait dengan peristiwa Keputusan 90/PUU-XXI/2024 tentang Hakim Konstitusi Anwar Usman dan pemberhentiannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.

“Tetapi kemudian kita tidak boleh menyesali alasan-alasan tersebut. Tapi setidaknya, alasan-alasan tersebut dapat menjadi bahan kajian Mahkamah Konstitusi bagaimana keluar dari rasa kurang percaya tersebut, sehingga mau tidak mau akan dituntut oleh Mahkamah Konstitusi. Sesi tanya jawab Webinar Konstitusi dengan salah satu universitas di Indonesia, Minggu (7/), ujarnya menjawab pertanyaan mahasiswa, merujuk laman YouTube MKRI 7/2024.

Apalagi, kata Suharto, MK selalu berupaya mengembalikan kepercayaan masyarakat seperti semula. Salah satunya adalah peninjauan kembali putusan yang harus semakin mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. 

“Salah satu upaya yang dilakukan yang akan selalu kami kaji ulang adalah bahwa lembaga peradilan tidak lepas dari hasil-hasilnya yaitu keputusan-keputusannya,” ujarnya.

Oleh karena itu, penting untuk menyebutkan rasa keadilan dalam putusan Mahkamah Konstitusi, yang justru menjadi motivasi yang bisa merugikan jika diulangi, kata Suhartoyo.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi pada 16 Oktober 2023 mengabulkan permohonan mahasiswa Universitas Surakarta (Unsa) Almas Tsaqabiru terkait batasan usia calon presiden dan wakil presiden.

Dalam perkara ini, pemohon menginginkan Mahkamah Konstitusi mengubah batasan usia minimal calon presiden dan wakil presiden menjadi 40 tahun atau pengalaman sebagai kepala daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Permohonan pemohon diterima sebagian, kata Anwar Usman di sela-sela sidang, Senin (16/10/2023).

Jadi surat Pasal 169 q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi:

“Berusia minimal 40 tahun atau menduduki jabatan terpilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.”

Namun, keputusan tersebut kontroversial. Faktanya, hal ini telah disalahpahami oleh banyak ahli.

Sebab, keputusan tersebut mengandung dugaan konflik kepentingan antara Anwar Usman dengan keponakannya, putra Presiden Jokowi, Gebran Rakaboming Raka.

Keputusan tersebut diyakini akan membuka jalan bagi Gibran untuk maju di Pilpres 2024 sebagai cawapres Prabowo Subianto.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *