TRIBUNNEWS.COM – Isu kandungan bahan kimia beracun bisphenol-A pada air minum kemasan (AMDK) masih menjadi isu penting di Indonesia. Saat ini, kebijakan mengenai label AMDK bebas Bisphenol-A (BPA Free) telah diakui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sebagai kebijakan dan pengaturan keamanan dan mutu pangan tertinggi di Indonesia, BPOM menerbitkan Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 sebagai perubahan kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Resep Makanan.
Untuk lebih lengkapnya, Pasal 61A mengacu pada botol air yang menggunakan kantong plastik polikarbonat yang harus diberi peringatan pada labelnya yang berbunyi, “Dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA ke dalam botol air.”
Sistem pelabelan BPA Free ini didasarkan pada upaya pemerintah Indonesia dalam melindungi masyarakat khususnya konsumen AMDK. Pasalnya, banyak penelitian di banyak negara menunjukkan bahwa BPA pada plastik polikarbonat menjadi penyebab pembusukan dan berisiko bagi kesehatan. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam menyelesaikan hal ini sangat diperlukan.
Sekadar informasi, BPA merupakan bahan kimia yang banyak ditemukan pada produk-produk yang digunakan sehari-hari, mulai dari wadah makanan, botol minum, hingga botol kecil.
BPA dapat larut ke dalam makanan dan minuman akibat suhu panas dan dingin, atau dari benda-benda plastik sekali pakai. Jika wadah plastik ini digunakan secara rutin, bahan kimia tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan gangguan kesehatan.
Situasi ini juga perlu diwaspadai dengan baik. Sebab yang menjadi perhatian beberapa tahun terakhir ini adalah pengaruh BPA terhadap kesehatan ibu hamil dan tumbuh kembang anak.
Paparan BPA berdampak pada kesehatan ibu hamil serta tumbuh kembang anak.
Penggunaan produk yang mengandung BPA secara terus menerus akan mempengaruhi kesehatan tubuh, dan dapat menyebabkan kerusakan. Apalagi jika yang terkena penyakit ini adalah ibu hamil dan anak-anak.
Meski saat ini sebagian besar produk kemasan makanan dan minuman tidak menggunakan BPA atau BPA Free, namun masih banyak masyarakat yang belum memahami bahayanya.
Faktanya, BPA dikaitkan dengan banyak risiko terhadap kesehatan manusia, termasuk kesehatan ibu hamil dan dampaknya terhadap tumbuh kembang anak.
Pada ibu hamil, paparan BPA berdampak pada kesehatan ibu hamil dan bayinya. Hal ini karena BPA dapat mengganggu fungsi endokrin dan dapat meniru estrogen.
Kebanyakan BPA dapat ditemukan dalam urin, darah, air liur, dan ASI. Pasalnya, BPA mudah masuk ke dalam persediaan makanan ibu dan anak.
Paparan BPA saat hamil dapat mempengaruhi proses penciptaan dan perkembangan rahim janin, serta otak dalam kandungan dan dapat menimbulkan komplikasi (cacat) pada saat lahir.
Selain itu, janin yang terpapar BPA mungkin berisiko lebih besar mengalami gangguan kognitif, fisik, dan pendidikan di kemudian hari. Bahkan, berat badan bayi dalam kandungan juga bisa bertambah atau bertambah.
Efek BPA tidak hanya berbahaya bagi ibu hamil, tapi juga bagi anak yang minum susu dari ibu yang terpapar BPA. Menurut sebuah studi penelitian yang disebut “Pengaruh Paparan Bisphenol A di Kehidupan Awal Pada Perilaku dan Fungsi Eksekutif Pada Anak”, yang melibatkan sekelompok 244 ibu dan anak-anak mereka yang berusia 3 tahun dari Cincinnati, Ohio.
Penelitian ini menggambarkan paparan BPA selama kehamilan dan anak dengan menggunakan sampel rata-rata BPA dalam urin ibu (pada usia kehamilan 16 dan 26 minggu dan melahirkan), serta urin anak usia 1, 2, dan 3 tahun. .
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa paparan BPA saat hamil dapat berdampak pada bayi yang dikandungnya. Anak-anak mungkin memiliki perilaku negatif, seperti perilaku berlebihan, kecemasan dan depresi, serta emosi negatif. Biasanya masalah ini terjadi pada anak yang berusia 3 tahun.
Situasi ini lebih jelas terlihat pada anak perempuan, dimana anak perempuan lebih banyak terpapar BPA selama kehamilan dibandingkan dengan anak laki-laki. Akibatnya, anak perempuan menunjukkan peningkatan kecemasan dan membuat anak laki-laki terlihat lelah.
Selain pada anak-anak, paparan BPA dapat menyerang anak-anak di segala usia, termasuk tumbuh kembang; mempengaruhi perilaku emosional; menyebabkan gangguan perilaku; dan kecemasan (anxiety) dan ketakutan.
Selain mempengaruhi tumbuh kembang dan perilaku anak, paparan BPA juga diduga menyebabkan obesitas. Hal ini telah dikonfirmasi menurut Jurnal Vafeiadi noj al yang mempelajari sekitar 500 ibu dan anak di Kreta, Yunani yang menunjukkan hubungan paparan BPA pada ibu hamil dan anak laki-laki dengan obesitas dan kardiometabolik.
Dari penelitian tersebut diketahui jumlah BPA ditemukan pada urin ibu hamil pertama dan anak usia 2,5 – 4 tahun. Selain itu, penelitian ini menyelidiki hubungan antara berat badan lahir, BMI (indeks massa tubuh) anak usia 6 bulan – 4 tahun, lingkar pinggang, ketebalan kulit, darah, lipid darah, protein c-reaktif, dan adipokin pada anak. 4 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar BPA dalam urin anak dikaitkan dengan peningkatan BMI, lingkar, dan ketebalan kulit pada anak usia 4 tahun, dibandingkan dengan anak yang jarang berkembang. Sementara itu, pemberian BPA pada awal kehamilan dikaitkan dengan rendahnya BMI dan risiko penyakit pada anak perempuan.
Mengingat dampak paparan BPA dapat mempengaruhi kesehatan ibu hamil serta tumbuh kembang anak, faktanya dampak tersebut dapat dikurangi sejak hari pertama.
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk mencegah risiko terjadinya hal tersebut. Mulailah dengan berhati-hati saat mengonsumsi makanan atau minuman yang masih terpakai dalam wadah yang mengandung BPA dan ganti serta carilah makanan setiap hari di rumah yang berlabel ‘BPA Free’.
Selain itu, pemilihan botol AMDK dan BPA Free untuk konsumsi sehari-hari juga menjadi langkah penting untuk melindungi kesehatan keluarga, terutama bagi ibu hamil dan anak-anak yang lebih rentan terhadap paparan BPA. (*** Desember ***)