TRIBUNNEWS.COM – Badan Amil Zakat Nasional Indonesia (BAZNAS) mendorong pemanfaatan zakat yang lebih baik untuk menciptakan dan meningkatkan budaya halal pada usaha mikro.
Hal itu terungkap dalam pemaparan sharing ilmu bertema “Pemanfaatan Zakat Dalam Mewujudkan Budaya Halal Bagi Usaha Mikro” yang diselenggarakan di kanal YouTube BAZNAS TV, Selasa (16/7/2024).
Selain itu, Kepala BAZNAS RI Bidang Transformasi Digital Nasional Prof. Tn. H. M. Nadratuzzaman Hosen M.S., M.Sc., Ph.D, dan Direktur Audit Internal/ Luar Negeri dan Kerjasama LPH-KHT Muhammadiya Alvina A Rahyu, MP.
Menyikapi perubahan yang terjadi di tanah air, Direktur Badan Amil Zakat Nasional Indonesia (BAZNAS) Prof. Tn. H. M. Nadratuzzaman Hosen M.S., M.Sc., Ph.D mengatakan pemanfaatan zakat tidak hanya sebatas membantu konsumen saja, namun juga harus diarahkan pada program yang dirancang dengan baik.
“Kami melihat besar sekali potensi usaha mikro untuk menjadi pilar kuat ekonomi umat. Dengan menciptakan dan menciptakan budaya halal, usaha mikro bisa lebih kompetitif dan mendapatkan kepercayaan pelanggan,” ujarnya.
Selain itu, Nadartuzman mengatakan sertifikasi halal merupakan langkah penting dalam menciptakan budaya halal. Pada usaha mikro, zakat dapat digunakan untuk membantu pengusaha mendapatkan sertifikasi halal.
“Cakupan sertifikasi halal itu meliputi makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan, dan peralatan. Karena misalnya kita makan makanan haram, kita berdoa semoga Tuhan tidak menerimanya selama 40 hari.” Ini menunjukkan bahwa halal dalam kehidupan kita sehari-hari itu penting,” jelasnya.
Menurutnya, budaya halal adalah nilai-nilai, keyakinan dan standar yang menciptakan keinginan untuk menciptakan sikap yang konsisten untuk menjamin kehalalan seluruh produk.
“Budaya halal bertujuan untuk menjamin produk halal bagi konsumen muslim,” lanjut Nadratuzzman. “Untuk menjamin produk halal, menjamin produk halal bukan hanya tanggung jawab pengusaha (produsen), tapi juga pemerintah, dunia usaha, pengusaha, dan konsumen. Semua pihak harus berperan penting dalam menjamin kehalalan produk yang beredar,” Nadartuzman menjelaskan.
“Tanggung jawab sertifikasi produk halal mencakup seluruh ekspor dari hulu hingga hilir,” imbuhnya.
Dalam hal ini, Nadratuzzman juga menekankan ketersediaan dan akses terhadap informasi halal harus mudah diakses dan diperoleh oleh para ahli dalam penciptaan dan pengembangan budaya halal.
“Kami berharap sertifikasi halal ini menjadi sebuah pengetahuan dan budaya yang harus didukung semua pihak. Penerapan budaya halal menyelamatkan masyarakat kita. Budaya halal hendaknya menjadi bagian penting dalam kehidupan kita sehari-hari,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Penelitian dan Kerjasama Lokal/Eksternal LPH-KHT Muhammadiya Alvina A Rahyu, MP, juga menyampaikan informasi terkait jaminan produk halal bagi para pelaku usaha.
Menurut Alvina, ada lima elemen penting dalam membangun budaya halal, antara lain visi dan misi, kepemimpinan dan komitmen, pemahaman dan keadilan, kepuasan dan akses terhadap konten halal, serta dampak dan keberlanjutan.
Dalam paparan produknya, Elvina menjelaskan model sertifikasi Halal yang dirancang untuk mendukung usaha mikro.
“Prosesnya mencakup program reguler dan yang diterbitkan sendiri, di mana para profesional dapat memilih jalur yang paling sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan mereka,” jelas Elvina.
“Metode reguler melibatkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk menjamin kehalalan produk, sedangkan metode deklarasi mandiri memungkinkan usaha kecil mengajukan permohonan sertifikat secara mandiri dengan bantuan Lembaga Penunjang Proses Produksi Halal (LP3H).
Di akhir pemaparannya, Elvina mengajak semua pihak untuk bahu membahu mempelajari produk halal bagi konsumen muslim.
“Mari kita bersinergi agar pengakuan produk halal bisa terjadi pada konsumen muslim. Pada akhirnya kita semua adalah konsumen,” tutupnya.