TRIBUNNEWS.COM – Hizbullah terus menyerang Israel, roket dari kelompok Lebanon menyerang Dataran Tinggi Golan.
Sebanyak 40 rudal ditembakkan Hizbullah ke Israel selama serangan itu.
Akibat penyerangan tersebut, dua warga Israel tewas, pada Selasa (9/7/2024).
Seorang pria dan wanita Israel tewas ketika sebuah batu bertabrakan dengan kendaraan yang lewat, merusak mobil korban, menurut layanan penyelamatan setempat.
Sebelumnya, pasangan tersebut melakukan perjalanan melalui Nafah di Route 91.
Kematian mereka menambah jumlah warga sipil yang terbunuh di Israel selama berbulan-bulan pertempuran dengan Hizbullah menjadi 12 orang.
Hizbullah mengaku menargetkan pangkalan militer IDF di Nafah, yang terletak di selatan komunitas Ortal, lapor Times Of Israel.
Hizbullah mengatakan mereka didukung oleh Iran dalam serangan yang menewaskan duta besarnya Yasser Qarnabash di Suriah pada hari sebelumnya.
Hizbullah mengkonfirmasi kematian Qarnabash setelah adanya pemberitaan di media Arab namun tidak mengatakan apa yang dia lakukan atau di mana dia berada.
Qarnabash dilaporkan tewas dalam serangan terhadap kendaraan Hizbullah di dekat pos pemeriksaan tentara Suriah di jalan raya Damaskus-Beirut.
Serangan itu dikaitkan dengan media pemerintah Israel dan Suriah, meski IDF tidak mengomentari serangan itu. IDF tidak siap untuk perang habis-habisan melawan Hizbullah setelah perang melawan Hamas
Sumber dari IDF mengatakan mereka tidak siap menghadapi pertempuran berkelanjutan dengan Hizbullah di Lebanon.
Menurut informasi dari komandan militer IDF.
Pernyataan ini juga mendukung perlunya gencatan senjata di Gaza, seiring dengan semakin menipisnya kekuatan dan amunisi IDF.
Kemunculan para komandan tertinggi IDF menimbulkan keretakan antara tentara dan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu yang menentang embargo senjata.
Menurut Netanyahu, jika gencatan senjata berhasil dipertahankan, Hamas akan selamat dari perang.
Para jenderal IDF percaya gencatan senjata adalah cara terbaik untuk membebaskan 120 warga Israel yang masih terjebak di Gaza, hidup dan mati.
Hal ini karena IDF terlalu lemah untuk menangani pertempuran yang terus berlanjut setelah perang panjang Israel selama beberapa dekade.
“Para jenderal juga berpikir bahwa pasukan IDF perlu mengambil tindakan jika terjadi perang darat melawan Hizbullah,” tambah laporan itu, mengutip pejabat IDF yang tidak disebutkan namanya, mengutip Palestine Chronicle.
Menurut pejabat IDF, penghentian permusuhan dengan Hamas juga memungkinkan kerja sama dengan Hizbullah.
Eyal Hulata, yang menjabat sebagai penasihat keamanan nasional Israel hingga awal tahun lalu, berbicara kepada para pejabat tinggi militer, mengatakan IDF mendukung rencana penculikan dan gencatan senjata.
Mereka yakin bisa kembali terlibat konflik militer dengan Hamas di masa depan.
Hulata menambahkan, IDF setelah memerangi militan Palestina kini memiliki lebih sedikit amunisi, lebih sedikit suku cadang, dan kekuatan dibandingkan sebelumnya.
“Dan mereka juga berpikir bahwa gencatan senjata di Gaza akan memberi mereka lebih banyak waktu untuk bersiap jika terjadi perang skala penuh melawan Hizbullah,” kata laporan itu.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)