Diposting oleh reporter TribuneNews.com Fahmi Ramzan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kapolsek Tebet Murodih angkat bicara setelah mantan anggota timnya diduga melontarkan komentar tidak pantas kepada seorang korban perempuan saat membuat laporan polisi.
Murodih membenarkan, korban yang juga seorang jurnalis yang bekerja dengan nama QHC telah memberi tahu pihaknya tentang kejadian pelecehan tersebut.
“Iya benar, sebenarnya kemarin dia umumkan ke kami, padahal dia dulu datang dari Menteng (Polesek) lalu datang ke kami,” kata Murodih saat dihubungi, Kamis (18/7/2024).
Lebih lanjut Murodih mengatakan, korban yang saat itu didampingi petugas KAI dan rekannya merupakan orang pertama yang memberikan keterangan kepada petugas reserse dan orang-orang terpilih.
Murodih juga membantah laporan polisi QHC ditolak pihaknya.
“Terus mereka bilang mereka bilang menyakiti kami, jadi kami juga bilang, kami terima, tidak, kami tidak terima, di sini ada komunikasi,” jelasnya.
Namun karena laporan yang disampaikan korban merupakan kasus pencabulan, petugas saat itu membawanya ke Polda Metro Jaya atau Polres Metro Jakarta Selatan.
“Iya, ada daerah yang ada PPA (perlindungan perempuan dan anak) itu benar,” ujarnya.
Selain itu, saat ditanya soal komentar tidak pantas yang dilontarkan jajarannya kepada korban saat membuat laporan, Murodih pun menceritakan hal tersebut.
Murodih mengaku sudah mengkonfirmasi kabar tersebut kepada pejabatnya.
Ia berkata, “Saya bertanya kepada para anggota, menurut Anda siapa yang memiliki kata-kata seperti itu atau tidak? Mereka tidak punya apa-apa untuk dikatakan.”
“Ya saya minta 3 atau 4 orang berkumpul saat itu, tapi saat kami berkumpul hanya ada beberapa orang,” tutupnya. kronologi versi korban
Sebelumnya, seorang pelapor magang bernama QHC diduga menjadi korban pria tak dikenal di Kereta Rel Listrik (KRL) jurusan Jakarta-Bogor saat pulang kerja, Rabu (16/7/2024). ,
Rinciannya, kejadian tersebut bermula saat QHC yang sedang mendengarkan musik menggunakan headphone disiagakan oleh petugas KAI yang baru saja menyelesaikan tugasnya.
Saat itu petugas mengatakan kepada QHC bahwa dirinya telah direkam oleh seseorang menggunakan ponsel.
QHC menggambarkan pengalamannya dengan mengatakan, “Seorang petugas KAI yang telah menyelesaikan tugasnya dan mengenakan seragam berdiri dan berkata kepada saya, ‘Bu, foto itu diambil antara Anda dan pria ini’ dan suami saya menunjuk ke arah usia paruh baya.” , Kamis (18/7/2024).
QHC mengaku kaget dan bingung baru menyadari di depannya ada seorang pria yang membawa ponsel.
Yang dilihatnya, pria tersebut sempat mengunci diri saat terjadi adu mulut antara pelaku dengan petugas KAI.
“Suaminya membantah ada video saya di ponselnya.
Saya mencoba bertanya ‘Coba saya lihat galeri Anda, benarkah Anda membuatkan video untuk saya?’ “Ayah langsung menggigil,” katanya.
Setelah diselidiki, QHC tidak hanya menemukan satu video pelaku, melainkan 7 video berdurasi 3 hingga 7 menit di ponselnya.
Pelaku dan korban ditangkap aparat keamanan di kawasan Stasiun Jakarta-Kota.
Saat berada di kantor keamanan dan memeriksa ponsel pelaku, ia mengetahui bahwa pelaku juga telah mencatat korban lainnya.
Hal itu terungkap dari isi galeri ponsel pelaku saat diperiksa pihak kepolisian.
Yang lebih menjijikan lagi, ada lebih dari 300 video porno di memori ponsel, ujarnya.
Setelah mengalami kejadian tersebut, korban bersama keluarga dan petugas PT KAI kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Taman Sari, Jakarta Barat.
Namun saat itu, Polsek Taman Sari meminta mereka melapor ke Polsek Menteng karena tempat penangkapan pelaku berada di kawasan Stasiun Manggarai yang merupakan tugas Polsek Menteng. Seorang mahasiswi di Bali mengalami perundungan dari orang dewasa saat menjalani studi pengabdian masyarakat (KKN) di Chintamani, Kabupaten Bangla. (Dokter Kompas)
Sesampainya di Polsek Menteng, QHC kembali diarahkan ke polsek lain, kali ini di Polsek Tebet, Jakarta Selatan.
“Petugas Menteng mengatakan kasus tersebut tidak bisa diselesaikan karena ini inti kasus sehingga harus melapor ke Polsek Tebet,” ujarnya.
Tak butuh waktu lama, korban dan pelaku mendatangi Polsek Tebet untuk membuat laporan.
Sesampainya di Polsek Tebet, QHC mencari informasi dari petugas yang bertugas saat itu.
Namun dalam pemeriksaan tersebut, QHC mengaku menemui pejabat yang menolak laporannya karena berbagai alasan.
Menurut QHC, petugas tersebut mengajukan pertanyaan yang tidak ada hubungannya dengan situasi yang dihadapinya.
“Adiknya difoto karena lebih cantik,” “Mungkin ketertarikan ayahnya terinspirasi dari film Jepang,” “Ayahnya adalah penggemar kakaknya, adiknya adalah seorang idola, jadi apa gunanya keamanan? ” Dari polisi hingga wanita yang dianiaya?
Alih-alih membuat laporan, direktur QHC justru mengaku tak bisa berbuat apa-apa.
Saat itu, petugas memintanya untuk membuat laporan ke Polres Metro Jakarta Selatan.
Namun saat berada di Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jakarta Selatan, QHC juga mendapat perlakuan tak jauh berbeda.
Di kantor PPA Polres, laporannya juga ditolak, padahal petugas yang merujuknya adalah polisi wanita (Polwan).
Saya juga kaget ketika ada petugas polisi yang mengatakan, ‘Bu, kasus ini tidak bisa dituntut karena ada aturan yang harus dipatuhi, organ vital atau organ sensitif harus ditemukan, dan Bu.