Wartawan Tribunnews.com, Aisya Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah berencana mendatangkan dokter asing ke Indonesia.
Rencana ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan Indonesia yang saat ini menghadapi berbagai tantangan.
Namun, menurut pakar kesehatan global Dickie Budiman, rencana tersebut mempunyai tiga risiko.
Pertama, ada bar tradisional. Dokter asing harus beradaptasi dengan budaya Indonesia. Dan itu tidak mudah.
“Orang Indonesia kan beda-beda budayanya, termasuk ngomongin perilaku tradisional masyarakat, kebanyakan mengobati diri sendiri, nggak ke dokter. Biarkan dia yang datang menyelesaikan masalah. Jangan pergi,” kata Dickie. Di Tribunnews, Selasa (16/7/2024).
Jadi, sebelum rencana ini dilaksanakan, pemerintah harus mengetahui adanya permasalahan pada perilaku masyarakat.
Salah satunya adalah keengganan masyarakat untuk datang ke layanan kesehatan saat sakit.
“Sekitar 70 persen masyarakat mengobati dirinya sendiri ketika sakit. Sekarang soal penulisan, pendidikan, sosial ekonomi, dan lain-lain. Tidak bisa cepat diselesaikan dengan mendatangkan dokter dari luar negeri,” imbuhnya.
Masalah kedua adalah gangguan serius dalam komunikasi antara dokter asing dengan pasien atau staf medis lokal.
Oleh karena itu, dokter asing yang masuk ke Indonesia harus bisa berbahasa Indonesia.
Ini termasuk berbicara dalam bahasa lokal, meskipun Anda tidak harus fasih.
Setidaknya dokter asing mempunyai peluang untuk berkomunikasi secara kuat dengan penduduk lokal menggunakan bahasa daerah.
Tantangan ketiga adalah masih adanya keterbatasan peralatan dan teknologi kesehatan di beberapa daerah terpencil.
Rumah sakit di Indonesia juga dikelola secara berbeda. Oleh karena itu, ada rumah sakit yang membatasi penggunaan peralatan dan teknologi tertentu.
“Kalau dari negara maju, dokter asing sudah terbiasa menggunakan beberapa mesin, lalu membawanya ke rumah sakit yang peralatannya terbatas, maka itu menjadi masalah,” jelas Dickey.
Pemerintah harus segera mempertimbangkan tiga permasalahan.
Tidak hanya menyediakan dokter asing, tetapi juga mempertimbangkan ketiga bidang tersebut di atas.
“Meliputi efisiensi, kualitas pelayanan dan kekurangan tenaga kerja,” tutupnya.