Laporan Jurnalis Tribunnews.com Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Sistem muskuloskeletal berupa otot, tulang, sendi, ligamen, dan saraf pada tubuh merupakan hal yang penting untuk diperhatikan.
Gangguan muskuloskeletal membatasi pergerakan dalam aktivitas sehari-hari seperti berjalan, mengangkat dan duduk.
Sayangnya, banyak orang yang belum memahami cara mencegahnya atau cara mengobatinya agar bisa mendapatkan pengobatan yang tepat. Selain itu, gangguan muskuloskeletal terjadi dalam berbagai jenis, disebabkan oleh faktor internal dan eksternal yang berbeda.
Gangguan ini memerlukan pengobatan yang tepat untuk mengembalikan fungsi tulang hingga sendi.
Salah satu gangguan pada sistem muskuloskeletal adalah cedera olahraga yang sering terjadi secara tiba-tiba. Hal ini dapat terjadi melalui mekanisme yang berbeda-beda tergantung pada jenis olahraga, intensitas aktivitas dan kondisi fisik atlet.
Yang umum terjadi antara lain ligamen robek, patah tulang, kerusakan tulang rawan, dan tendinitis, atau peradangan pada tendon (penghubung tulang dan otot).
Perawatan dan pencegahan cedera yang benar sangat penting untuk menjaga kesehatan dan performa olahraga melalui pendekatan multidisiplin seperti ahli ortopedi dan fisioterapis.
Dokter spesialis ortopedi, konsultan pinggul dan lutut, Kedokteran Olahraga RS Pelni, dr. Fajar Mahda, SpOT (K), mengatakan penanganan cedera ortopedi pada atlet memerlukan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi untuk memastikan pemulihan yang cepat dan mengurangi risiko cedera ulang.
Perawatan awal untuk cedera adalah istirahat (rest), kompres es (mengompres dengan es batu untuk menghilangkan peradangan), kompresi (perban), dan elevasi (menarik diri).
“Cedera olahraga memerlukan rehabilitasi fisik untuk memperkuat otot, meningkatkan kelenturan dan mengembalikan fungsi normal melalui fisioterapi. Jangan lupa pemeriksaan rutin untuk memantau perkembangan dan menyesuaikan program pengobatan,” ujarnya saat meresmikan pusat ortopedi RS Pelné. Jakarta, Selasa (16/07/2024)
Selain menjaga sistem muskuloskeletal, penting juga untuk memperhatikan kesehatan jantung dengan CPET (cardiopulmonary workout test) untuk menghindari cedera olahraga.
Teknologi ini memungkinkan kita mengetahui kapasitas jantung dalam menyerap oksigen.
Upaya pencegahan cedera lainnya adalah dengan mengetahui keadaan tubuh melalui kekuatan otot dan sendi melalui fisioterapi olahraga.
Dokter Spesialis Ortopedi RS Pelni Dr. Resiko Notario Haryanto Putro, Sp.OT(K), menambahkan, cedera olahraga sendiri bukan hanya sekedar masalah fisik yang bersifat sementara, namun dapat berdampak jangka panjang terhadap kualitas hidup seseorang.
Jika tidak ditangani dengan serius, kondisi ini bisa semakin parah dan menyebabkan gangguan pada tulang belakang.
Sebagai struktur utama yang mendukung hampir semua pergerakan tubuh dan aktivitas fisik, pelampiasan justru dapat membatasi kemampuan melakukan gerakan yang benar dan meningkatkan risiko cedera pada bagian tubuh lainnya.
Rehabilitasi yang tidak memadai dapat menyebabkan penyembuhan yang buruk, meningkatkan risiko cedera ulang saat kembali berolahraga.
Dr. Rizky mengatakan, saraf dilindungi sepenuhnya oleh tulang belakang. Jika bantalan tulang menekan saraf, tentu saja rasa sakitnya akan menjalar ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, pendekatan yang tepat terhadap pengobatan dan rehabilitasi adalah kuncinya.
“Diagnosis yang akurat dan pengobatan yang tepat dapat membantu mengurangi rasa sakit, meningkatkan fungsi, dan mencegah terulangnya masalah tulang belakang,” ujarnya.