Pihak KPK Tuding Jusuf Kalla Membangun Opini saat Jadi Saksi Meringankan Karen Agustiawan

Laporan reporter Tribunnews.com Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) dibuat bingung atas tudingan eks Pimpinan PT Pertamina Karen Agustiawan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tak peduli dengan opini.

Tunggu sampai sidang selesai, tidak boleh berkomentar di luar sidang, kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (17/05/2024).

Ali meyakinkan, dalam memproses hukum seseorang, mulai dari menetapkan tersangka hingga mengadilinya, Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki bukti yang cukup.

Lembaga antirasuah yakin Kejaksaan Agung (JPU) bisa membuktikan tindakan korupsi yang dilakukan Karen Agustiawan. Jadi juri akan memutuskan Karen bersalah.

“Kami sangat yakin JPU KPK mampu membuktikan segala perbuatan yang dituduhkan para terdakwa dan sekaligus hakim akan memutus kesalahannya,” kata Ali.

JK Karen Agustiawan diumumkan menjadi saksi yang meringankan atau penanggung jawab terdakwa pada Kamis (16/05/2024) lalu.

Karen menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pembelian proyek gas alam cair (LNG) PT Pertamina (Persero) periode 2011-2021.

Mulanya, juri bertanya kepada JK mengapa ia bisa duduk di kursi terdakwa Karen Agustiawan.

“Makanya terdakwa [Karen Agustiawan] duduk di sini lho? Kenapa?” tanya hakim kepada JK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.

“Saya juga bingung kenapa jadi terdakwa,” jawab JK.

Hakim kemudian mendengar gelak tawa dari pernyataan JK.

Bingung, karena terdakwa sedang menjalankan tugasnya, kata JK.

“Ini berdasarkan petunjuk dalam keterangan ayahmu,” kata hakim.

“Iya instruksi,” jawab JK.

“Pertamina diperlihatkan instruksi Presiden Nomor 1. Makanya saya ikuti perintahnya,” kata hakim.

“Pengajarannya harus lebih dari 30 persen. Saya ikut diskusi soal itu karena waktu itu saya masih di pemerintahan,” kata JK.

“Jadi, Anda tidak tahu apakah Pertamina rugi atau untung? Anda tidak tahu?” tanya hakim.

“Tidak,” jawab JK.

JK mengangkat persoalan untung dan rugi sebagai bisnis biasa.

Oleh karena itu, dia menilai kerugian yang dialami Pertamina tidak bisa dijadikan jebakan pidana bagi Karen.

“Kalau kebijakan bisnis ambil langkah bisnis, pilihannya cuma dua, untung atau rugi. Kalau semua perusahaan yang merugi harus dihukum, semua BUMN Karya harus dihukum, itu bahayanya. Kalau perusahaan rugi, harusnya dihukum” , kata JK sambil duduk di kursi saksi.

Saat dihadang media di luar pengadilan, JK pun menjelaskan, untung dan rugi adalah hal yang lumrah dalam dunia usaha.

“Biasa saja. Kalau semua orang harus mencari uang, itu bukan bisnis,” kata JK di depan Aula Utama PN Jakarta Pusat.

Selain itu, jika seorang dirut perusahaan pelat merah bertindak berdasarkan kebijakan pemerintah, maka menurut JK tidak boleh dijerat pidana.

Menurut JK, kerugian yang ditanggung Pertamina ke KPK fiskal merupakan proses bisnis.

“Iya murni proses bisnis dan intinya Covid. Kalau pimpinan atau dirut yang mengambil kebijakan, boleh saja, asalkan tidak menguntungkan diri sendiri, itu bukan kejahatan. Itu kebijakan,” kata JK.

Dalam kasus ini, Karen didakwa melakukan korupsi terkait LNG. 

Jaksa mendakwa perbuatan Karen menimbulkan kerugian ekonomi sebesar $113,8 juta atau Rp 1,77 triliun.

Surat dakwaan mendakwa Karen Agustiawan melakukan perbuatan tersebut bersama Yenni Andayani yang merupakan Senior Vice President (SVP) Gas & Power Pertamina pada 2013-2014 dan Hari Karyuliarto Direktur Gas PT Pertamina pada 2012-2014.

Atas perbuatannya, Karen diduga memperkaya dirinya sendiri senilai setara $1.091.280.281,81 dan $104.016,65 atau Rp1,6 miliar. Juga pengembangan korporasi Corpus Christi Liquefaction, namun belum diketahui jumlahnya.

Karen Agustiawan dkk. Mereka disangkakan dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor, Pasal 55 Ayat 1 KUHP, dan Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *