Kemenkes Luncurkan Program Pertolongan Pertama Serangan Jantung untuk Daerah-daerah Terpencil

Laporan Rina Ayu dari Tribunnews.com

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) meluncurkan program FASTEMI (Strategi Manajemen Invasif Farmaco untuk ST Elevation Myocardial Infarction / STEMI) untuk membantu masyarakat berisiko tinggi terkena penyakit jantung di daerah terpencil.

Saat ini program tersebut sedang diujicobakan di Provinsi Sukabumi, Jawa Barat dan Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat.

Ketua program percontohan FASTEMI, Dr. Isman Firdaus, Sp.JP (K), FIHA, FESC, FSCAI menjelaskan bahwa program ini bertujuan untuk membantu pasien serangan jantung STEMI tersebut.

Serangan jantung STEMI terjadi ketika arteri tersumbat total untuk memasok oksigen ke otot jantung. STEMI merupakan penyakit arteri koroner serius dengan risiko tinggi komplikasi serius dan kematian.

Oleh karena itu, di daerah pedesaan dan kota besar, membuka arteri yang tersumbat sepenuhnya dapat menyelamatkan serangan jantung STEMI. 

Selama prosedur, pasien yang mengeluh nyeri dada atau angina diperiksa elektrokardiogram (EKG) dan bila hasil tes positif segera dirawat karena serangan jantung STEMI oleh laboratorium kateterisasi (cath lab).

Kateterisasi Jantung Perawatan Cath lab bertujuan untuk membuka pembuluh jantung yang tersumbat. Cara ini hanya dapat dilakukan di klinik rujukan daerah atau klinik swasta di ibu kota atau kota besar.

“Pembuatan program ini bertujuan untuk memberikan pertolongan pertama kepada pasien serangan jantung StemiI di wilayah yang jauh dari kota besar.”

“Di kota-kota besar terdapat pusat kateterisasi untuk serangan jantung,” jelas dr Isman di Jakarta (12/7).

Di laboratorium katalog dan area tanpa ahli jantung, pasien serangan jantung dapat dibantu dengan terapi Fastemi, seperti antikoagulan. Program ini termasuk terobosan bagi pasien serangan jantung STEMI.

Artinya, pertolongan pertama pada serangan jantung seperti STEMI bukanlah laboratorium kateter, kateterisasi, atau pemasangan cincin, melainkan penggunaan obat antikoagulasi yang disebut fibrinolitik atau trombolitik.

“Obat fibrinolitik tersedia di puskesmas atau rumah sakit setempat tanpa laboratorium kateter. Jika pasien mengalami serangan jantung STEMI, dapat segera diberikan.”

Obat ini hanya untuk suntikan dan merupakan salah satu jenis pilihan yaitu tenecteplase yang berbentuk suntikan, lanjut dr Isman.

Rencananya, obat tersebut akan didistribusikan ke Puskesmas di seluruh Indonesia. 

Program FASTEMI yang dimulai pada November 2023 akan dipercepat pada April-April 2024. 

Perluasan pilot project FASTEMI direncanakan mencakup 34 wilayah di Indonesia dan bekerja sama dengan 34 rumah sakit pendukung untuk memimpin Puskesmas di wilayahnya.

“Khususnya pelatihan terapi fibrinolitik ya. Oleh karena itu, akan disertakan pelatihan cara penggunaan tenecteplase.”

Kedua, Puskesmas akan menerima obat tenecteplase dan juga menyediakan peralatan darurat, katanya.

Peralatan darurat untuk pasien jantung akan banyak didistribusikan di Puskesmas di Indonesia, antara lain defibrillator atau automated external defibrillator (AED), mesin EKG, dan obat serangan jantung seperti heparin, enoxaparin, clopidogrel, dan aspirin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *